Langsung ke konten utama

Pajak Credit Union lagi...



Hari ini, Selasa 25 Agustus 2015 diadakan pertemuan antara Kanwil Pajak Kalbar-Kalteng dengan perwakilan credit union di Kalimantan Barat. Kanwil Pajak kembali mengingatkan akan mulai menarik pajak lembaga dan simpanan di credit union. Tahun 2015 ini instansi Pajak gencar mengggelorakan "Tahun Pembinaan Wajib Pajak". Tahun 2016 berubah menjadi tahun pemungutan pajak. Siap-siaplah insan CU...!

Dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. PP ini ditetapkan di Jakarta tanggal 9 Februari 2009.

PP ini merupakan turunan/ tindak lanjut dari Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

Menurut PP 15/2009 yang dimaksud penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final (pasal 1).

Pasal 2 dikatakan "Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah (a). 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau (b). 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

Dalam pasal 3 diatur tentang "koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi, wajib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat pembayaran".

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam penjelasan PP ini yang dimaksud dengan “penghasilan berupa bunga simpanan” adalah imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota. Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari sisa hasil usaha (pasal 1).

Dijelaskan juga bagaimana perhitungan Pajak Penghasilan atas bunga simpanan sebagai berikut (pasal 2):

1. Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp240.000,00 untuk masa Januari, maka PPh terutang 0% x Rp240.000,00 = Rp0,00
2. Bunga dibayarkan pada bulan Februari Rp245.000,00 untuk masa Januari, maka PPh terutang 10% x Rp245.000,00 =Rp24.500,00
3. Bunga dibayarkan pada bulan April sebesar Rp500.000,00 dengan rincian:
     - Bulan Januari Rp.250.000,00
     - Bulan Februari Rp150.000,00
     - Bulan Maret Rp100.000,00
Maka yang dikenakan PPh 10% adalah bunga bulan Januari sebesar 10% x Rp250.000= Rp25.000,00 dan untuk bulan Februari dan Maret Rp0,00

PP ini jelas pelan tapi pasti akan mematikan CU karena kemungkinan besar para anggota CU akan keluar akibat pengenaan pajak kepada tabungannya di CU. Sebenarnya, sesuai ketentuan pasal 2 PP 15/2009 tersebut, CU bisa saja menempuh cara dengan tidak memberi bunga tiap bulan kepada simpanan anggota yang bunganya diatas Rp.240.000. Sebagai gantinya, bunga itu diberikan tiap akhir tahun sebagai balas jasa simpanan atau dividen.

Namun pemberian deviden inipun akan dikenai pajak sesuai pasal 4 ayat (1) poin c, g dan ayat (2.a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU 36/2008).  Dalam poin (g) dikatakan " dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi".

Pasal 4 ayat (2.a) dikatakan "Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat
final: (a). penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

UU 36/2008 dan PP 15/2009 ini benar-benar harus disiasati insan koperasi dan CU khususnya. UU dan PP ini sudah berlaku sejak tahun 2008.

DR. Revrisond Baswir, Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dalam artikelnya di Jurnal Ekonomi Kerakyatan UGM mengatakan, penggerogotan jati diri koperasi telah berlangsung selama ini harus dilihat sebagai upaya sistematis pihak kolonial (baca kaum kapitalis, neolib), yang berkolaborasi dengan penguasa domestik, untuk membunuh ekonomi kerakyatan dan mengembangkan neoliberalisme.****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany