Langsung ke konten utama

Refreshing di Mimi Land, Singkawang

Liburan kenaikan kelas anak-anak tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pertama, inilah liburan pertama kami bisa kumpul dengan Raja, anak tertua kami, karena selama setahun dia sekolah di Bedono, Semarang. Kedua, ini liburan kenaikan kelas pertama bagi Ghuru, anak kami yang baru naik ke kelas dua sd kanisius, pontianak. ketiga, ini yang istimewa ha...,selama liburan ini anak-anak hampir tidak bisa bermain-main karena membantu kami orang tua menyelesaikan pekerjaan yang ringan, tapi banyak. Yakni menyusun kertas-kertas yang sudah dicetak menjadi buku sebanyak 30.000 buku tulis.

foto bersama sebelum mandi...
Meski pekerjaan menyusun kertas itu belum selesai, baru selesai dua pertiganya, karena hari senin (20/7) Raja sudah harus pulang, dan juga pas hari raya Idul Fitri, maka kami sekeluarga berlibur selama dua hari, sabtu dan minggu (18-19 juli 2015). Kami memilih bermalam di hotel di Mimi Land, Batu Payung, Singkawang. kami bersama keluarga Heri-Novi dan kedua anaknya (Saka, Abraham) dari Ngabang; Bang Deni-Kak Thres bersama ketiga anaknya (Wisnu, Adib, Dinda) dari Ngabang; Jimi dan pacarnya (Astepia); serta Iwan dan Novi bersama tiga anaknya: Vini, Vina dan Vian.

Mereka berangkat dari Ngabang dan kami dari Pontianak. Pontianak-Mimi Land sekitar dua jam setengah perjalanan agak santai dengan kendaraan sendiri (kecepatan 60-70km perjam). Sesampai di mimi land, setelah menyimpan barang-barang, sekitar pukul 16.00 wib kami ramai-ramai mandi di pantai. airnya hangat meski agak keruh. ombak kebetulan cukup tinggi sehingga tidak boleh agak ke tengah laut. karena hari itu mas liburan, maka kamar hotel penuh; orang-orang mandi juga ramai sekali.

Meski ada restoran di hotel ini, malamnya kami memilih menikmati makanan dan minuman yang dibawa. Tengah malam kami membakar jagung di pelataran dekat pantai. Nikmatnya makan jagung hangat di tengah udara dingin dengan deburan ombak pantai. Malam itu anak-anak ada juga yang mencari kerang di tepi pantai. Ada juga yang mencari makanan ke singkawang.

Esoknya kami menemani anak-anak bermain aneka permainan: ghuru, vina, vini, vian. Raja menyempatkan diri naik flying fox meski antreannya panjang. Setelah check out pukul 12.00 wib, kami menyantap makan
siang masakan  sea food di rumah makan di pantai, sekitar 500 meter dari mimi land. Kita keluar komplek mimi land, lalu belok kiri. Di sanalah ada rumah makan dengan pondok-pondok di bawah pohon di tepi pantai. Makananya enak, segar. Bagi yang suka minum bir, di sini tersedia juga.

Mimi Land, tempat liburan keluarga...
Mimi Land berada 24 km sebelum kota Singkawang dari arah Pontianak, tepatnya di Desa Teluk Suak, Desa Karimunting, Kabupaten Bengkayang. Taman ini dikelola oleh oleh PT. Batu Payung Indah. Jika ada anak-anak,
taman ini cukup memuaskan karena ada beberapa wahana permainan.Ada flying fox, perahu kora tora, ontang-anting, komedi putar, ayunan, seluncuran dan lain sebagainya. Ada restoran dengan pemandangan langsung ke arah laut. Jika siang hari dan hari libur, banyak sekali penjual aneka jenis makanan dan minuman di area pantai ini. Ada area untuk pejalan kaki yang digunakan bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan pantai Batu Payung dengan berjalan kaki. Dan tentu saja mandi di pantai sambil bermain pasir.
Lokasi wisata pantai ini bisa dijangkau dengan mudah karena dari jalan besar hingga ke lokasi jalannya sudah diaspal mulus.Tarif masuk Rp.20.000 perorang.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany