Langsung ke konten utama

Mgr.Agus, Uskup Baru Pontianak

Mgr.Agus, Pr
Kabar gembira bagi umat Katolik di Keuskupan Agung Pontianak datang dari Vatikan hari ini, Selasa 3 Juni 2014. Hari ini, Paus Fransikus mengangkat Mgr. Dr. Agustinus Agus Pr sebagai Uskup Agung Pontianak menggantikan Mgr. Hieronimus Bumbun OFMCap yang mengajukan diri pensiun karena usia lanjut.

Tahta Suci juga menunjuk Mgr. Dr. Agustinus Agus Pr sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Sintang untuk batas waktu yang belum ditentukan. Pokoknya, sampai ada uskup baru untuk Diosis Sintang.


Mgr. Dr. Agustinus Agus selama ini adalah Uskup untuk Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat.

Mgr. Agustinus Agus lahir tanggal 22 OKtober 1949 di Lintang Pelaman, Kabupaten Sanggau (Kalbar). Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 6 Juni 1977 dan terpilih menjadi Uskup di Keuskupan Sintang pada tanggal 29 Oktober 1999 menggantikan Mgr.Isaak Doera,Pr. Ia ditahbiskan menjadi Uskup pada 6 Februari 2000, dengan Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ sebagai Penahbis Utama. Duta Besar Vatikan untuk Indonesia kala itu, Mgr.Renzo Fratini dan Uskup Agung Pontianak, Mgr. Hieronymus Bumbun, OFM Cap menjadi  Uskup Ko-Konsekrator.

Sumber: http://www.mirifica.net, http://id.wikipedia.org/wiki/Agustinus_Agus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany