Langsung ke konten utama

AR Mecer Terima Sanata Dharma Award 2010


Kalimantan Barat patut berbangga karena salah seorang warganya, yakni Drs. AR. Mecer meraih penghargaan bergengsi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, "Universitas Sanata Dharma Award Tahun 2010" sebagai Perintis dan Penggiat Credit Union di Indonesia.

Penyerahan penghargaan yang diberikan setiap lima tahunan tersebut dilakukan oleh rektor Universitas Sanata Dharma (USD)  P. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama SJ dalam Perayaan Lustrum XI dan Ulang Tahun Ke-55 Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta pada hari Jumat, 17 Desember 2010.

Menurut P.Priyotamtama SJ. sosok Mecer merupakan tokoh Indonesia yang mampu membangun kekuatan-kekuatan transformatif rakyat melalui credit union. "Credit union bukan lagi sekedar aktivitas ekonomi, tetapi merupakana gerakan sosial yang membuat masyarakat, terutama kaum papa, memiliki harkat dan martabat sebagai manusia,"papar Priyotamtama.

Mecer memang pantas menerima USD Award tersebut sebab sebagian besar hidupnya diabdikannya untuk pengembangan credit union, untuk menolong orang miskin. Sudah puluhan credit union yang tersebar di seluruh Indonesia yang pendiriannya difasilitasi Mecer. Mecer misalnya mendirikan CU Pancur Kasih Pontianak tahun 1987, CU terbesar kedua di Indonesia dengan asset Rp 872 miliar dan anggota 88.806 orang. Mecer juga inisiator pendirian CU Bererot Gratia di Keuskupan Agung Jakarta, CU Sari Intugin di Tebas-Sambas, CU Mambuin di Papua, CU Hati Amboina di Ambon, CU Likku Abba di NTT, CU Betang Asi di Kalteng dan CU Prima Danarta di Jawa Timur. 

Sejak 1998 sampai sekarang Mecer menjabat sebagai ketua Pusat Koperasi Kredit Badan Koperasi Credit Union Kalimantan ((BKCUK). Ada 46 credit union (CU) primer yang menjadi anggota BKCU Kalimantan dengan total asset Rp 3,912,085,849,272 dengan anggota 442.916 orang (November 2010). Ke-46 CU tersebut tersebar di pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua dan Maluku.

Anselmus Robertus Mecer lahir di Menyumbung, Ketapang, Kalbar tanggal 27 Maret 1944. Suami dari Veronika Suwarni ini dianugerahi enam anak, yakni Frans, Twiseda, Yugin, Theofillus,  Teresa, Canaga. Pendidikan terakhir adalah IKIP Bandung (1978). Mecer pernah menjadi guru SMA St. Paulus Pontianak, pendiri Yayasan Pancur Kasih, dosen Matematika Universitas Tanjungpura (kin pension), anggota DPRD Kalbar (1987-1992), anggota MPR-RI Utusan Etnis Minoritas Dayak se-Kalimantan (1999-204); Komisaris Utama BPR Panbank, Komisaris Utama PT Ruai TV, penasihat/pembina pada puluhan credit union di Indonesia.

Mecer berhasil mengembangkan model CU professional dengan ciri khas lokal. Inilah yang menjadi rahasia sukses pengembangan gerakan CU di Kalbar sehingga diadopsi CU di tempat lain di Indonesia. Nilai-nilai, budaya, kearifan masyarakat lokal dijadikan landasan dan pegangan dalam pengembangan CU tanpa meninggalkan prinsip-prinsip universal CU.

Mecer berhasil memformulasikan empat filosofi kehidupan masyarakat adat Dayak atau filosofi petani dalam pelayanan dan produk-produk CU. "Saya secara bercanda menamakan keempat filosofi tersebut sebagai Jalan Keselamatan Kalimantan,"seloroh Mecer dalam Pidatonya di hadapan sekitar 400 tamu undangan dan keluarga besar Civitas Akademika Universitas Sanata Dharma (17/12).

Pertama adalah konsumsi. Penting sekali memenuhi kebutuhan makan-minum, meliputi kebutuhan pokok manusia yaitu makan-minum sehari-hari, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, air bersih, dan lain sebagainya agar memenuhi karya penciptaan Tuhan di bumi ini dari generasi ke generasi.

Kedua, benih. Menyisihkan hasil sebagai benih untuk ditanam kembali, yang erat kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam/hayati dan konsep menghemat dari hasil kerja agar ekologi dan kehidupan ini dapat lestari.

Ketiga, sosial. Pentingnya kebutuhan sosial-budaya untuk menyokong kualitas hidup pribadi yakni kesadaran untuk partisipasi dan emansipasi dalam bentuk sumbangan materi maupun “doa dan restu” untuk membangun dan mempertahankan keutuhan relasi sosial di antara sesama manusia. Di sini terdapat nilai dan spirit kebersamaan dan social.
 
Keempat, ritual. Pentingnya kebutuhan ritual untuk menyeimbangkan hubungan dengan Tuhan (vertical) dan hubungan dengan sesama dan lingkungan alamnya (horizontal). Konsep ritual ini memberikan partisipasi horizontal yang menekankan keseimbangan hubungan antara alam-sesama-Tuhan.

Empat filosofi ini diwujudkan dalam aneka produk CU. Karena itulah ada produk simpanan bunga harian (konsumsi); ada simpanan jangka panjang, deposito (benih); ada solidaritas sosial--seperti kesehatan, pendidikan (social); ada solidaritas kematian, tabungan hari raya (ritual).

"Penghargaan ini semakin memotivias saya untuk terus mengembangan credit union. Apalagi award ini kan dari perguruan tinggi yanag bergengsi. Artinya kan secara akademis credit union itu bisa ditelusuri, rasional,"papar Mecer yang tahun 2007 dipilih Cooperation Internasionale pour le Developpement et la Solidarite (CIDSE) di Brussel, Belgia, sebagai satu diantara 17 orang dari Asia yang tanpa pamrih mengabbdikan hidupnya untuk perdamaian dalam berbagai aspek kehidupan.

Mecer terpilih karena menjadi motivator dan tokoh dibalik berkembang pesatnya Kopdit dan di Indonesia sebagai wadah perdamaian dan rekonsiliasi antar etnis dan agama. "Mecer bisa menjadi inspirasi bagi orang yang berjuang, bekerja untuk isu-isu kemiskinan, ketidakadilan sosial-ekonomi-politik-budaya, tindak kekerasan, penghilangan orang, pembunuhan politik, diskriminasi rasial, etnik, agama, gender serta pelanggaran hak-hak asasi manusia,"tulis CIDSE (You Can Inspire, 2007).

Tidak bisa dipungkiri kini CU mempunyai dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Secara kuantitas sampai akhir tahun buku 2009 menurut data dari Induk Koperasi Kredit Indonesia (Inkopdit) terdapat 964.048 orang anggota dengan aset sekitar Rp.6 triliun yang tersebar di 965 Kopdit primer. Saat ini Inkopdit memiliki jaringan 30 Puskopdit/ Pra Puskopdit/ BK3D yang tersebar di beberapa Propinsi di seluruh Indonesia.

Lahirnya credit union merupakan cara yang jitu untuk memutus rantai kemiskinan. Meminjam istilah Ragnar Nurkse, ahli ekonomi asal Swedia penerima Hadiah Nobel, kemiskinan itu adalah sebuah vicious circle poverty atau lingkaran setan kemiskinan. Menurutnya, keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Karena produktifitas rendah maka pendapatan juga rendah sehingga berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan...dan seterusnya membentuk lingkaran, tidak ada putusnya. "Dengan CU kita menciptakan modal untuk memutus rantai kemiskinan itu," urai Mecer.n


Komentar

Unknown mengatakan…
Bung Edi,
terimakasih atas reportase kabar gembira ini. Saya sebarkan tulisan ini kepada teman-teman.

Salam untuk Pak Mecer ya.


Sumarwan
Aktivis CU Bererod Gratia.
jalan-kalimantan mengatakan…
silakan mas. seperti yang pak mecer katakan, pencapaian beliau adalah pencapaian gerakan credit union

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany