Langsung ke konten utama

Panggilan Sosial Baru:Membangun Gereja

Tonggak sejarah baru mulai ditorehkan di Paroki Stella Maris, Siantan, Pontianak. Pada hari Minggu tanggal 24 November 2013 dalam rangkaian misa kudus di Gereja StellaMaris, telah dikukuhkan kepanitiaan pembangunan gereja beserta kantor paroki dan gedung serbaguna Paroki Stella Maris. Pengukuhan ini dilakukan Pastor Jefri Adrianus Bogia, MSC mewakili Uskup Agung Pontianak, Mgr.Hieronymus Bumbun ofm cap, yang berhalangan datang. 
Panitia bersama Pastor Jefri

Susunan Kepanitiaan dibacakan Hermanus Abeh, Ketua Harian Dewan Paroki Stella Maris. Satu persatu anggota panitia maju ke depan altar. Selanjutnya Pastor Jefri memberikan berkat sambil memerciki dengan air kudus disaksikan semua umat yang hadir misa. Setelah itu pastor Jefri menyerahkan SK kepada setiap panitia.
Gereja baru, nampak depan

Selesai misa, langsung dilaksanakan rapat panitia. Dalam pengarahannya Pastor Jefri mengingatkan pesan Mgr.Bumbun agar dalam membangun fisik gereja ini  juga jangan diabaikan pembangunan iman umat.

Ketua Panitia, Sekundus, dalam pengarahannya kepada panitia mengharapkan agar ada kordinasi dan komunikasi yang baik diantara sesama panitia. "Dengan kerja keras, kita yakin gereja ini pasti akan terwujud",ingat Sekundus. 

Tentu saja dengan kebersamaan dan dukungan seluruh umat Stella Maris serta umat Katolik di mana pun berada, dan kuasa Roh Kudus, gereja ini pasti terwujud. Gereja ini sudah mendesak dibangun karena gereja lama yang sudah tidak refresentatif lagi.

Secara teknis proses pembangunan fisik gereja ini akan dimulai setelah launching pada saat perayaan HUT Gereja Stella Maris bulan Februari 2014.


Edi V.Petebang, seksi Dok & Publikasi Panitia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany