Dari sekian banyak tempat menarik
dan unik di Jogyakarta, bagi saya yang paling ingin dikunjungi adalah candi Prambanan.
Keinginan itu menjadi kenyataan pada hari Sabtu, 28 September 2013. Setelah
lima hari setengah bergulat dengan materi training strategic planning dan
business plan (SPBP) credit union yang diselenggarakan Puskopdit BKCU
kalimantan, setengah hari terakhir kami berkesempatan jalan-jalan. Training
untuk menjadi trainer SPBP credit ujin ini diikuti 47 peserta dari 15 credit union
anggota BKCUK dari Kalimantan, Jawa, dan Sumatera.
Momen itu saya manfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dari tempat kegiatan pelatihan di Hotel Colombo di kawasan Candi Kalasan,
ke candi Prambanan hanya sekitar 5 menit dengan Trans Jogya dengan tari Rp3.000
(PP hanya Rp 6.000). Dari halte Trans Jogya berjalan kaki sekitar 500 meter sampailah
ke candi-candi Prambanan. Dengan membayar tiket masuk Rp30.000 perorang kita
dengan puas bisa berkeliling dan naik ke candi-candi di sana.
Di arah pintu keluar candi kia bisa
melihat museum Borobudur dan Taman Dolanan Nusantara. Jika Anda hobi menyanyi,
ada juga pentas musik di dekat museum ini. Setelah capek berjalan mengelilingi
candi-candi, di pintu keluar tersedia kedai-kedai yang menjual makanan dan
minuman.
Jika belum sempat membeli oleh-oleh
dari Jogya, jangan kuatir karena di ujung pintu keluar kita dapat membeli aneka
bentuk souvenir khas Jogya dan Candi Prambanan. Seperti baju kaos, kemeja,
celana, sepatu/sandal, topi, anek tas, patung, gerabah, gantungan kunci, mainan
anak-anak, lukisan dari kanvas dan kulit, aneka makanan dan minuman; dan yang
tidak terlupakan: bakpia pathok dan salak pondoh. Harga barang di sini mulai
seribu hingga jutaan; tidak jauh berbeda dengan harga barang di Malioboro;
asalkan pandai-pandai menawar harganya.
Tahun lalu (2012) bersama
kawan-kawan dari credit union dalam sebuah acara BKCUK juga, saya berkesempatan
berkunjung ke candi Borobudur. Menurut saya keduanya mempunyai nuansa dan nilai
yang berbeda. Candi Borobudur hanya satu buah dengan ukuran besar;
sedangkancandi Prambanan terdiri dari belasan candi besar dan jika hikayat
RoroJongrang benar, Prambanan ini terdiri dari seribu buah candi. Kesamaan
keduanya adalah betapa hebatnya orang Indonesia jaman dulu yang bisa membuat
bangunan monumental ini. Bukan hanya kita, dunia pun mengakui kehebatan maha
karya ini sehingga PBB menjadikan kedua candi kebanggan Indonesia ini sebagai
warisan dunia.
Melihat dari dekat ukiran-ukiran di
batu kali yang ditumpuk-tumpuk tanpa lem sehingga membentuk candi, membuat kita
takjub. Benar-benar karya agung yang menakjubkan dari bangsa Indonesia. Sayang,
masih banyak candi di komplek Prambanan ini yang ambruk akibat gempa Jogya yang
hingga kini (29/9/2013) belum dikonstruksi ulang. Reruntuhan candi terlihat
berserakan di arah pintu keluar.
Untuk mengetahui lebih lengkap
tentang candi Prambanan ini, berikut ini saya copy paste-kan tulisan tentang
sejarah candi prambanan yang dimuat di situs http://candi.pnri.go.id.
Candi Prambanan terletak di
lingkungan Taman Wisata Prambanan, kurang lebih 17 km ke arah timur dari
Yogyakarta, tepatnya di Desa Prambanan Kecamatan Bokoharjo. Lokasinya hanya
sekitar 100 m dari jalan raya Yogya-Solo, sehingga tidak sulit untuk
menemukannya. Sebagian dari kawasan wisata yang yang terletak pada
ketinggian 154 m di atas permukaan laut ini termasuk dalam wilayah Kabupaten
Sleman, sedangkan sebagian lagi masuk
dalam wilayah Klaten.
Candi Prambanan merupakan candi
Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan
candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun kuat dugaan bahwa Candi
Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya,
yaitu Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti
Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini tersimpan di Museum
Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada
masa pemerintahan Rakai Pikatan.
Pemugaran Candi Prambanan memakan
waktu yang sangat panjang, seakan tak pernah selesai. Penemuan kembali
reruntuhan bangunan yang terbesar, yaitu Candi Syiwa, dilaporkan oleh C.A. Lons
pada tahun 1733. Upaya penggalian dan pencatatan pertama dilaksanakan di bawah
pengawasan Groneman. Penggalian diselesaikan pada tahun 1885, meliputi
pembersihan semak belukar dan pengelompokan batu-batu reruntuhan candi.
Pada tahun 1902, upaya tersebut
dilanjutkan kembali oleh van Erp. Pengelompokan dan identifikasi batu-batu
reruntuhan dilaksanakan secara lebih rinci. Pada tahun 1918, pemugaran terhadap
Candi Prambanan dilanjutkan kembali di bawah pengawasan Dinas Purbakala
(Oudheidkundige Dienst) yang dipimpin oleh P.J. Perquin. Melalui upaya ini,
sebagian dari reruntuhan Candi Syiwa dapat direkonstruksi kembali.
Pada tahun 1926, dibentuk sebuah panitia pemugaran di bawah pimpinan De Haan untuk melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan Perquin. Di bawah pengawasan panitia ini, selain pembangunan kembali Candi Syiwa semakin disempurnakan hasilnya, dimulai juga persiapan pembangunan Candi Apit.
Pada tahun 1931, De Haan meninggal
dan digantikan oleh V.R. van Romondt. Pada tahun 1932, pemugaran kedua Candi
Apit berhasil dirampungkan. Pemugaran terpaksa dihentikan pada tahun 1942,
ketika Jepang mengambil alih pemerintahan di Indonesia. Setelah
melalui proses panjang dan tersendat-sendat akibat perang dan peralihan
pemerintahan, pada tahun 1953 pemugaran Candi Syiwa dan dua Candi Apit
dinyatakan selesai. Sampai saat ini, pemugaran Candi Prambanan masih terus
dilaksanakan secara bertahap.
Denah asli Candi Prambanan berbentuk
persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga pelataran, yaitu Jaba (pelataran
luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron (pelataran dalam). Halaman luar
merupakan areal terbuka yang mengelilingi pelataran luar. Pelataran luar
berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran ini dahulu dikelilingi oleh pagar
batu yang kini sudah tinggal reruntuhan. Pelataran luar saat ini hanya
merupakan pelataran kosong. Belum diketahui apakah semula terdapat bangunan
atau hiasan lain di pelataran ini.
Di tengah pelataran luar, terdapat
pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang berbentuk persegi panjang seluas
222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar batu yang saat ini juga
sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras berundak, makin ke dalam
makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang terbawah, terdapat 68 candi kecil
yang berderet berkeliling, terbagi dalam empat baris oleh jalan penghubung
antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi, di teras ketiga
terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat 44 candi.
Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran yang sama,
yaitu luas denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di
pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya
reruntuhannya saja.
Pelataran
dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap
sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi
empat seluas 110 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras
teratas pelataran tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di
keempat sisinya terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini hanya
gapura di sisi selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang
pelataran teratas terdapat sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur sangkar
seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4 m.
Reruntuhan candi yang belum dibangun ulang |
Di pelataran dalam terdapat 2
barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di barisan barat terdapat 3
buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling utara adalah
Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan adalah Candi Brahma.
Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke barat. Ketiga
candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan), karena masing-masing candi
diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan tunggangan dewa yang candinya
terletak di hadapannya.
Candi yang berhadapan dengan Candi
Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan Candi Syiwa adalah Candi
Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan Candi Brahma adalah Candi Angsa.
Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan membentuk lorong. Candi
Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama,
yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di
ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang
saling berhadapan, yang disebut Candi Apit.
CANDI SYIWA
Pada saat
ditemukan, Candi Syiwa berada dalam kondisi rusak berat. Pemugarannya memakan
waktu yang cukup lama, yaitu dimulai pada tahun 1918 dan baru selesai pada
tahun 1953. Dinamakan Candi Syiwa karena di dalam candi ini terdapat Arca
Syiwa. Candi Syiwa dikenal juga dengan nama Candi Rara Jonggrang, karena dalam
salah satu ruangannya terdapat Arca Durga Mahisasuramardani, yang sering
disebut sebagai Arca Rara Jonggrang. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi
sekitar 2,5 m. Candi Syiwa, yang terletak di tengah barisan barat,
merupakan candi terbesar. Denah dasarnya berbentuk bujur sangkar seluas 34 m2
dengan tinggi 47 m.
Sepanjang dinding kaki candi dihiasi
dengan pahatan dua macam hiasan yang letaknya berselang-seling. Yang pertama
adalah gambar seekor singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru. Hiasan
ini terdapat di semua sisi kaki Candi Syiwa dan kelima candi besar lainnya.
Pada
dinding kaki di sisi utara dan selatan Candi Syiwa, hiasan singa di atas diapit
dengan panil yang memuat pahatan sepasang binatang yang sedang berteduh di
bawah sebatang pohon kalpataru yang tumbuh dalam jambangan. Berbagai binatang
yang digambarkan di sini, di antaranya: kera, merak, kijang, kelinci, kambing,
dan anjing. Di atas setiap pohon bertengger dua ekor burung.
Pada
sisi-sisi lain dinding kaki candi, baik kaki Candi Syiwa maupun candi besar
lainnya, panil bergambar binatang ini diganti dengan panil ber gambar
kinara-kinari, sepasang burung berkepala manusia, yang juga sedang berteduh di
bawah pohon kalpataru.
Tangga untuk naik ke permukaan batur
terletak di sisi timur. Tangga atas ini dilengkapi dengan pipi tangga yang
dindingnya dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan binatang. Pangkal pipi
tangga dihiasi pahatan kepala naga yang menganga lebar dengan sosok dewa dalam
mulutnya. Di kiri dan kanan tangga terdapat candi kecil yang beratap runcing
dengan pahatan Arca Syiwa di keempat sisi tubuhnya.
Di puncak tangga terdapat gapura
paduraksa menuju lorong di permukaan batur. Di atas ambang gapura terdapat
pahatan Kalamakara yang indah. Di balik gapura terdapat sepasang candi kecil
yang mempunyai relung di tubuhnya. Relung tersebut berisi Arca Mahakala dan
Nandiswara, dewa-dewa penjaga pintu.
Sepanjang
sisi dalam dinding langkan terpahat relief Ramayana. Cerita Ramayana ini
dipahatkan searah jarum jam, dimulai dari adegan Wisnu yang diminta turun ke
bumi oleh para raja guna mengatasi kekacuan yang diperbuat oleh Rahwana dan
diakhiri dengan adegan selesainya pembangunan jembatan melintas samudera menuju
Negara Alengka. Sambungan cerita Ramayana terdapat dinding dalam langkan Candi
Brahma.
Di atas dinding langkan berderet
hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung
kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat 2 motif
pahatan yang ditampilkan berselang-seling, yaitu gambar 3 orang yang berdiri sambil
berpegangan tangan dan 3 orang yang sedang memainkan berbagai jenis alat musik.
Pintu masuk ke ruangan-ruangan dalam
tubuh candi terdapat di teras yang lebih tinggi lagi. Untuk mencapai teras
atas, terdapat tangga di depan masing-masing pintu ruangan. Dalam tubuh candi
terdapat empat ruangan yang mengelilingi ruangan utama yang terletak
di tengah tubuh candi. Jalan masuk ke ruangan utama adalah melalui ruang yang
menghadap ke timur. Ruangan ini ruangan kosong tanpa arca atau hiasan apapun.
Pintu masuk ke ruang utama letaknya segaris dengan pintu masuk ke ruang timur.
Ruang utama ini disebut Ruang Syiwa karena di tengah ruangan terdapat Arca
Syiwa Mahadewa, yaitu Syiwa dalam posisi berdiri di atas teratai dengan satu
tangan terangkat di depan dada dan tangan lain mendatar di depan perut. Arca
Syiwa tersebut terletak di atas umpak (landasan) setinggi sekitar 60 cm,
berbentuk yoni dengan saluran pembuangan air di sepanjang tepi permukaannya.
Konon Arca Syiwa ini menggambarkan Raja Balitung dari Mataram Hindu (898 - 910
M) yang dipuja sebagai Syiwa.
|
Tidak terdapat pintu penghubung
antara Ruang Syiwa dengan ketiga ruang di sisi lain. Ruang utara, barat, dan
selatan memiliki pintu sendiri-sendiri yang terletak tepat di depan tangga naik
ke teras atas. Dalam ruang utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini, yaitu
Durga sebagai dewi kematian, yang menggambarkan permaisuri Raja Balitung. Durga
digambarkan sebagai dewi bertangan delapan dalam posisi berdiri di atas Lembu
Nandi menghadap ke Candi Wisnu. Satu tangan kanannya dalam posisi bertelekan
pada sebuah gada, sedangkan ketiga tangan lainnya masing-masing memegang anak
panah, pedang dan cakram. Satu tangan kirinya memegang kepala Asura, raksasa
kerdil yang berdiri di atas kepala mahisa (lembu), sedangkan ketiga tangan
lainnya memegang busur, perisai dan bunga. Arca Durga ini oleh masyarakat
sekitar disebut juga Arca Rara Jonggrang, karena arca ini diyakini sebagai
penjelmaan Rara Jonggrang. Rara Jonggrang adalah putri raja dalam legenda
setempat, yang dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bandawasa.
Dalam ruang barat terdapat Arca
Ganesha dalam posisi bersila di atas padmasana (singgasana bunga teratai)
dengan kedua telapak kaki saling bertemu. Kedua telapak tangan menumpang di
lutut dalam posisi tengadah, sementara belalainya tertumpang dilengan kiri.
Arca Ganesha ini menggambarkan putra mahkota Raja Balitung. selempang di bahu
menunjukkan bahwa ia juga seorang panglima perang.
Dalam ruang selatan terdapat Arca
Agastya atau Syiwa Mahaguru. Arca ini meliliki postur tubuh agak gemuk dan
berjenggot. Syiwa Mahaguru digambarkan dalam posisi berdiri menghadap ke Candi
Brahma di selatan dengan tangan kanan memegang tasbih sdan tangan kiri memegang
sebuah kendi. Di belakangnya, di sebelah kiri terdapat pengusir lalat dan di
sebelah kanan terdapat trisula. Konon Arca Syiwa Mahaguru ini menggambarkan
seorang pendeta penasihat kerajaan.
CANDI WISNU
Candi Wisnu terdapat di sebelah
utara Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur yang membentuk selasar
berlangkan. Tangga untuk naik ke permukaan batur terletak di sisi timur. Di
sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan pahatan yang menggambarkan
Lokapala.
Sepanjang dinding dalam langkan
dihiasi seretan panil yang memuat relief Krisnayana. Krisnayana adalah kisah
kehidupan Krisna sejak ia dilahirkan sampai ia berhasil menduduki tahta
Kerajaaan Dwaraka.
Di atas dinding langkan berderet
hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung
kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat pahatan
yang menggambarkan Wisnu sebagai pendeta yang sedang duduk dengan berbagai
posisi tangan.
Candi Wisnu hanya mempunyai 1
ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke timur. Dalam ruangan tersebut,
terdapat Arca Wisnu dalam posisi berdiri di atas 'umpak' berbentuk yoni. Wisnu
digambarkan sebagai dewa bertangan 4. Tangan kanan belakang memegang Cakra
(senjata Wisnu) sedangkan tangan kiri memegang tiram. Tangan kanan depan
memegang gada dan tangan kiri memegang setangkai bunga teratai.
CANDI BRAHMA
Candi Brahma letaknya di sebelah
selatan Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur yang membentuk selasar
berlangkan. Di sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan pahatan yang
menggambarkan Lokapala.
Sepanjang
dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang memuat kelanjutan cerita
Ramayana di dinding dalam langkan Candi Syiwa. Penggalan cerita Ramayana di
Candi Brahma ini mengisahkan peperangan Rama dibantu adiknya, Laksmana, dan
bala tentara kera melawan Rahwana sampai pada Sinta pergi mengembara ke hutan
setelah diusir oleh Rama yang meragukan kesuciannya. Sinta melahirkan putranya
di hutan di bawah lindungan seorang pertapa.
Di atas dinding langkan berderet
hiasan ratna. Di bawah ratna, menghadap ke luar, terdapat relung kecil dengan
hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat pahatan yang menggambarkan
Brahma sebagai pendeta yang sedang duduk dengan berbagai posisi tangan.
Candi Nandi
Candi ini mempunyai satu tangga masuk yang menghadap ke
barat, yaitu ke Candi Syiwa. Nandi adalah lembu suci tunggangan Dewa Syiwa.
Jika dibandingkan dengan Candi Garuda dan Candi Angsa yang berada di sebelah
kanan dan kirinya, Candi Nandi mempunyai bentuk yang sama, hanya ukurannya
sedikit lebih besar dan lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur
setinggi sekitar 2 m. Seperti yang terdapat di Candi Syiwa, pada dinding kaki
terdapat dua motif pahatan yang letaknya berselang-seling. Yang pertama
merupakan gambar singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru dan yang
kedua merupakan gambar sepasang binatang yang berteduh di bawah pohon
kalpataru. Di atas pohon bertengger dua ekor burung. Gambar-gambar semacam ini
terdapat juga pada candi wahana lainnya.
Candi Nandi memiliki satu ruangan
dalam tubuhnya. Tangga dan pintu masuk ke ruangan terletak di sisi barat. Dalam
ruangan terdapat Arca Lembu Nandi, kendaraan Syiwa, dalam posisi berbaring
menghadap ke barat. Dalam ruangan tersebut terdapat juga dua arca, yaitu Arca
Surya (dewa matahari) yang sedang berdiri di atas kereta yang ditarik oleh
tujuh ekor kuda dan Arca Candra (dewa bulan) yang sedang berdiri di atas kereta
yang ditarik oleh sepuluh ekor kuda. Dinding ruangan tidak dihias dan terdapat
sebuah batu yang menonjol pada tiap sisi dinding yang berfungsi sebagai tempat
meletakkan lampu minyak. Dinding lorong di sekeliling tubuhcandi juga polos
tanpa hiasan pahatan.
Candi Garuda. Candi ini letaknya di utara Candi Nandi, berhadapan
dengan Candi Wisnu. Garuda merupakan burung tunggangan Wisnu. Bentuk dan hiasan
pada kaki dan tangga Candi Garuda serupa dengan yang terdapat di Candi Nandi.
Walaupun dinamakan candi Garuda, namun tidak terdapat arca garuda di ruangan
dalam tubuh candi. Di lantai ruangan terdapat Arca Syiwa dalam ukuran yang
lebih kecil daripada yang terdapat di Candi Syiwa. Arca ini diketemukan
tertanam di bawah candi, dan sesungguhnya tempatnya bukan di dalam ruangan
tersebut.
Candi Angsa. Candi ini letaknya di selatan Candi Nandi, berhadapan
dengan Candi Brahma. Angsa merupakan burung tunggangan Brahma. Ukuran, bentuk
dan hiasan pada kaki dan tangga Candi Angsa serupa dengan yang terdapat di
Candi Garuda. Ruangan di dalam tubuh candi dalam keadaan kosong. Dinding
ruangan juga tidak dihias, hanya terdapat batu yang menonjol pada dinding di
setiap sisi ruangan yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak.
CANDI APIT
Candi Apit merupakan sepasang candi
yang saling berhadapan. Letaknya, masing-masing, di ujung selatan dan ujung
utara lorong di antara kedua barisan candi besar. Kedua candi ini berdenah
bujur sangkar seluas 6 m2 dengan ketinggian 16 m. tubuh candi berdiri di
atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tidak terdapat selasar di permukaan kaki
candi. Masing-masing mempunyai satu tangga menuju satu-satunya ruangan dalam
tubuhnya. Hanya ada hal yang istimewa tentang candi ini, ialah ketika candi ini
sudah selesai di bangun kembali, kelihatan sangat indah.
CANDI PENJAGA
Selain keenam candi besar dan dua
candi apit yang telah diuraikan di atas, di pelataran atas masih terdapat
delapan candi berukuran sangat kecil, yaitu dengan denah dasar sekitar 1,25 m2.
Empat di antaranya terletak di masing-masing sudut latar, sedangkan empat
lainnya ditempatkan di dekat gerbang masuk ke pelataran atas.
Wajah Prambanan sekarang telah
terlihat cantik. Di depan komplek candi, dibangun panggung pentas sendratari
Ramayana dan Taman Wisata Prambanan yang dapat mempercantik wajah komplek
Prambanan.
Roro
Jonggrang - Legenda Candi Prambanan
Berbatasan dengan kerajaan Boko ada
sebuah kerajaan bernama Pengging. Pada suatu hari raja Pengging ingin
memperluas wilayah kerajaannya, maka ia mengutus puteranya, Bandung Bondowoso
memimpin pasukan menyerang kerajaan Prambanan. Bandung Bondowoso berhasil
mengalahkan pasukan Boko bahkan membunuh raja Boko.
Bandung Bondowoso pun tinggal di
istana Prambanan. Ia jatuh cinta kepada Roro Jonggrang dan meminta gadis itu
menjadi permaisurinya. Roro Jonggrang tidak ingin menjadi isteri Bandung
Bondowoso yang telah membunuh ayahandanya. Ia mencari akal agar dapat menolak
pinangan pangeran Pengging itu dengan halus.
Akhirnya ia menemui Bandung
Bondowoso dan berkata, “Aku mau menjadi isterimu, tetapi sebagai syaratnya
engkau harus membuat dua buah sumur dan seribu candi dalam waktu
semalam.”Meskipun syarat yang diajukan Roro Jonggrang mustahil dipenuhi orang
lain, Bandung Bondowoso langsung menyanggupinya. Ia mengumpulkan
makhluk-makhluk halus yang menjadi anak buahnya dan mulai menggali sumur dan
membangun candi.
Bandung Bondowoso dan anak buahnya
bekerja dengan sangat cepat. Dalam waktu singkat mereka sudah menyelesaikan
sebuah sumur dan ratusan candi.
Roro Jonggrang mengamati dari
kejauhan dengan cemas. Ia berpikir keras untuk menemukan cara menggagalkan
usaha Bandung Bondowoso. Roro Jonggrang pun memanggil dayang-dayang dan
menyuruh mereka membakar jerami dan menabuh lesung.
Api dari jerami yang dibakar membuat
suasana menjadi terang dan suara tabuhan lesung yang gaduh mengejutkan
makhluk-makhluk halus yang sedang bekerja. Mereka mengira hari telah pagi.
Mereka pun melarikan diri, meninggalkan Bandung Bondowoso serta sumur dan candi
yang belum selesai.
Bandung Bondowoso berusaha memanggil
mereka kembali, tetapi mereka tetap meninggalkannya. Roro Jonggrang menemui
Bandung Bondowoso dan bertanya, “Waktumu sudah habis, Bandung. Apakah candiku
sudah selesai?”
Bandung Bondowoso sangat marah karena
ia tahu Roro Jonggrang telah menggagalkan kerja kerasnya, namun ia berusaha
menahan diri, “Tentu saja candi sudah selesai. Kalau tak percaya, silakan kau
hitung sendiri.” Roro Jonggrang ditemani dayang-dayangnya menghitung candi satu
persatu. Ternyata Bandung Bondowoso telah berhasil menyelesaikan sembilan ratus
sembilan puluh sembilan candi.
“Kau gagal, Bandung. Masih kurang
satu candi lagi,” kata Roro Jonggrang.
Bandung Bondowoso naik darah, “Kalau
kau tidak berbuat curang, aku pasti bisa menyelesaikan seribu candi untukmu,
Jonggrang,” katanya.
“Baiklah, aku penuhi keinginanmu.
Jadilah kau, Roro Jonggrang, candi yang keseribu!” kutuk Bandung Bondowoso.
Maka Roro Jonggrang pun menjelma
menjadi patung batu yang sangat cantik dan ajaib, batu-batu tersusun satu demi
satu dengan sendirinya membentuk candi, mengelilingi patung itu.
Sampai sekarang patung batu Roro
Jonggrang yang cantik dapat kita saksikan di dalam ruangan candi utama di
Prambanan.*******
Jogyakarta, 29 September 2013
Komentar