Langsung ke konten utama

Peraturan Berkebun di Ketapang


 Bupati Ketapang periode 2005-2010, Morkes Effendi, dan atas persetujuan DPRD Ketapang pada tanggal 10 September 2009 mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perizinan Dan Pembinaan Usaha  Perkebunan Dengan Pola Kemitraan.

Karet alam,salah satu sumber penghasilan rakyat Ketapang
rda yang dicatat dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ketapang Tahun 2009 Nomor 19 ini memuat 11 bab dan 48 pasal. Perda ini menarik untuk kita simak dan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat di tempat lain.
 
Sesuai pasal 7 ayat (1), usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya kurang dari 25 (dua puluh lima) hektar harus didaftar oleh Bupati. Usaha budidaya tanaman perkebunan
yang luas lahannya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih wajib memiliki izin (Pasal 8).

Pasal 11 ayat (1) dikatakanusaha budidaya tanaman perkebunan yang luasnya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih dan memiliki unit pengolahan hasil perkebunan yang kapasitas olahnya sama atau melebihi kapasitas paling rendah wajib memiliki Ijin Usaha Perkebunan (IUP). Sedangkan yang tidak mempunyai pengolahan hasil kebun wajib memiliki IUP-B (pasal 11 ayat 2).

Dalam pasal 13 ayat (1) dikatakan “Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun sawit untuk masyarakat sekurang-kurangnya seluas 20 dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun untuk masyarakat dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah, atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh
perusahaan. Rencana pembangunan kebun untuk masyarakat harus diketahui oleh Bupati (ayat 2,3,4).

IUP, IUP-B, atau IUP-P perusahaan perkebunan yang lokasi areal budidaya dan/atau sumber bahan bakunya berada dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten Ketapang, diberikan oleh bupati (pasal 15).

Bagaimana syarat untuk memperoleh Ijin Usaha Perkebunan (IUP)? Sesuai pasal 17 Perda ini, maka perusahaan perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/walikota atau gubernur sesuai dengan lokasi areal, dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut, yakni.
1.    Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;
2.    Nomor Pokok Wajib Pajak;
3.    Surat keterangan domisili;
4.    Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari gubernur ;
5.    Izin lokasi dari bupati yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000;
6.    Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan);
7.    Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh bupati ;
8.    Rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan ;
9.    Hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
10.    Pernyataan perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas luas maksimum;
11.    Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT);
12.    Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran;
13.    Pernyataan kesediaan dan rencana kerja pembangunan kebun untuk masyarakat;
14.    Pernyataan kesediaan dan rencana kerja kemitraan.

Yang menarik dalam Perda ini adalah pengaturan soal kemitraan. Dalam pasal 24 dikatakan bahwa “Kemitraan dapat dilakukan melalui kemitraan pengolahan dan/atau
kemitraan usaha. Kemitraan dilakukan berdasarkan pada asas manfaat dan berkelanjutan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, dan saling memperkuat. Kemitraan dilakukan untuk pemberdayaan dan peningkatan nilai tambah bagi pekebun, karyawan dan/atau masyarakat sekitar perkebunan, serta untuk menjamin keberlanjutan usaha perkebunan (ayat 1,2,3).

Kemitraan pengolahan dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar, dan terwujudnya peningkatan nilai tambah kepada pekebun sebagai upaya pemberdayaan pekebun. Kemitraan pengolahan dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban, pembinaan dan pengembangan usaha,  pendanaan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan yang ditanda tangani kedua belah pihak dengan diketahui Bupati. Jangka waktu perjanjian kemitraan paling singkat 3 (tiga) tahun (pasal 25).

Dalam pasal 26 diatur bahwa kemitraan usaha dilakukan antara perusahaan dengan pekebun, karyawan dan/atau masyarakat sekitar perkebunan. Kemitraan usaha dilakukan secaratertulis dalam bentuk perjanjian penyelesaian perselisihan yang ditandatangani
kedua belah pihak dengan diketahui oleh bupati yang isinya :
a. hak dan kewajiban ;
b. pembinaan dan pengembangan usaha ;
c. pendanaan ;
d. jangka waktu.
(3) Jangka waktu perjanjian kemitraan usaha paling singkat 3 (tiga) tahun.

Kemitraan usaha dapat dilakukan melalui pola: a. penyediaan sarana produksi; b. kerjasama produksi; c. pengolahan dan pemasaran; d. transportasi; e. kerjasama operasional; f. kepemilikan saham; dan/atau g. kerjasama penyediaan jasa pendukung lainnya (pasal 26).

Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki izin dan akan melakukan
perluasan lahan (pasal 28), perubahan jenis tanaman (pasal 29), penambahan kapasitas (pasal 30), diversivikasi usaha (pasal 31), harus mendapat persetujuan dari Bupati. Untuk mendapat persetujuan perluasan lahan, pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati dengan dilengkapi persyaratan serta laporan kemajuan fisik dan keuangan perusahaan perkebunan.

Perusahaan Perkebunan yang melakukan diversifikasi usaha wajib menjamin kelangsungan usaha pokok, menjagakelestarian lingkungan, plasma nutfah, dan mencegah berjangkitnya organism pengganggu tumbuhan (pasal 37).

Dalam Pasal 35 dikatakan “izin yang diterbitkan bupati ditembuskan kepada Gubernur Kalimantan Barat dan instansi terkait.

Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B atau IUP-P harus melaksanakan kewajibannya (Pasal 36) yakni:
a.         menyelesaikan hak atas tanah selambat-Iambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya IUP-B, IUP-P, atau IUP;
b.        merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang berlaku;
c.         memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran;
d.        membuka lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari;
e.         memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme
f.         pengganggu tumbuhan (OPT);
g.        menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau
h.        Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
i.          menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi setempat;
j.          melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada bupati sesuai kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.

Pemkab Ketapang wajib melakukan pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan (pasal 38) dan melakukan penilaian dan pembinaan (pasal 39) pelaksanaan pembangunan kebun dan/atau industri pengolahan hasil perkebunan paling kurang 1 (satu) tahun sekali.

Sanksi
Ada sanksi yang diberikan kepada perusahaan jika melanggar Perda ini. Perusahaan perkebunan yang telah memperoleh IUP, IUP-B, atau IUP-P dan mendapat persetujuan penambahan luas lahan, perubahan jenis tanaman, penambahan kapasitas pengolahan, atau diversifikasi usaha yang tidak melaksanakan kewajibannya diberikan peringatan paling banyak 3 (tiga) kali masing-masing dalam tenggang waktu 4 (empat)
bulan (pasal 40 ayat 1).

Dalam ayat (2) dikatakan jika dalam 3 (tiga) kali peringatan tidak di indahkan, maka IUP, IUP-B atau IUP-P perusahaan bersangkutan dicabut dan diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut Hak Guna Usahanya.

Perusahaan perkebunan yang telah memperoleh IUP, IUP-B, atau IUP-P dan mendapat persetujuan penambahan luas lahan, perubahan jenis tanaman, penambahan kapasitas pengolahan, atau diversifikasi usaha tidak melaksanakan kewajiban, izin usahanya dicabut,
dan diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut Hak Guna Usahanya (Pasal 41).

Pasal 43: Pengusulan pencabutan Hak Guna Usaha kepada instansi yang berwenang dilakukan oleh Menteri Pertanian atas usul Bupati.

Pasal 44: Dalam rangka pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah pengembangan perusahaan perkebunan, perusahaan perkebunan membangun kebun kas desa minimal seluas 6 (enam) hektar perdesa.Pembangunan kebun kas desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagi masyarakat disekitar wilayah pengembangan perusahaan perkebunan yang memiliki lahan terbatas dapat diikutsertakan sebagai peserta kemitraan secara parsial (pasal 45).

Di dalam ketentuan peralihan Perda ini dikatakan IUP atau Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP) yang telah diterbitkan sebelum peraturan daerah ini ditetapkan, dinyatakan masih tetap berlaku (Pasal 46 ayat 1); pemberian izin usaha budidaya perkebunan dan/atau izin industri pengolahan hasil perkebunan dalam rangka penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri, terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari Direktur Jenderal Perkebunan (Pasal 47).

Ganti rugi
Dalam lampiran Perda ini terdapat ketentuan tentang kapasitas minimal unit pengolahan hasil perkebunan dan ganti rugi tanam tumbuh masyarakat.

Tabel 1: Kapasitas Minimal Unit Pengolahan Produk Perkebunan Yang Perlu Izin:
No. Komoditas           Kapasitas Minimal                Produk
1.    Kelapa                  5.000 butir kelapa/hari            Kopra/Minyak Kelapa dan Serat (fiber),                                                                                Arang Tempurung, Debu, Nata de coco
2     Kelapa Sawit        5 ton TBS/jam                         CPO
3     Karet                    600 liter lateks cair/jam           Sheet/Lateks pekat/crumb rubber
4     Tebu                     1000 Ton Cane/Day (TCD      Gula Pasir dan Pucuk tebu,Bagas
5     Kopi                     1,5 ton glondong basah/hari    Biji kopi kering
6     Kakao                   2 ton biji basah/1 kali olah      Biji kakao kering
7     Jambu mete          1-2 ton gelondong mete/hari   Biji mete kering dan CNSL
8     Lada                     4 ton biji lada basah /hari        Biji lada hitam kering; lada putih kering
9     Cengkeh               4 ton bunga cengkeh/hari        Bunga cengkeh kering
10   Jarak pagar           1 ton biji jarak kering/jam       Minyak jarak kasar
11   Kapas                   6.000-10.000 ton/tahun;          Serat kapas dan Biji kapas
12   Tembakau             35-70 ton                                 Daun tembakau basah/kering

Tabel 2: Luas Areal Yang Wajib Memiliki Izin Usaha Perkebunan Untuk Budidaya (IUP-B)
No.      Komoditas      Luas (Ha)
1          Kelapa             25 s/d < 250
2          Kelapa Sawit   25 s/d < 1.000
3          Karet               25 s/d < 2.800
4          Kopi                25 s/d < 100
5          Kakao              25 s/d < 100
6          Jambu Mete     25 s/d < 100
7          Tebu                25 s/d < 2.000
8          Lada                25 s/d < 200
9          Cengkeh          25 s/d < 1.000
10        Jarak Pagar      25 s/d < 1.000
11        Kapas              25 s/d < 6.000
12        Tembakau        25 s/d < 100

Tabel 3: Batas Paling Luas Penggunaan Areal Perkebunan oleh Satu Perusahaan Perkebunan
No.      Komoditas      Luas (Ha)
1          Kelapa             25.000
2          Kelp Sawit      100.000
3          Karet               25.000
4          Kopi                5,000
5          Kakao              5.000
6          Jambu Mete     5.000
7          Tebu                150.000
8          Lada                1.000
9          Cengkeh          1.000
10        Jarak Pagar      50.000
11        Kapas              25.000
12        Tembakau        5.000


Edi V.Petebang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei...

AR Mecer Terima Sanata Dharma Award 2010

Kalimantan Barat patut berbangga karena salah seorang warganya, yakni Drs. AR. Mecer meraih penghargaan bergengsi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, "Universitas Sanata Dharma Award Tahun 2010" sebagai Perintis dan Penggiat Credit Union di Indonesia. Penyerahan penghargaan yang diberikan setiap lima tahunan tersebut dilakukan oleh rektor Universitas Sanata Dharma (USD)   P. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama SJ dalam Perayaan Lustrum XI dan Ulang Tahun Ke-55 Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta pada hari Jumat, 17 Desember 2010. Menurut P.Priyotamtama SJ. sosok Mecer merupakan tokoh Indonesia yang mampu membangun kekuatan-kekuatan transformatif rakyat melalui credit union. "Credit union bukan lagi sekedar aktivitas ekonomi, tetapi merupakana gerakan sosial yang membuat masyarakat, terutama kaum papa, memiliki harkat dan martabat sebagai manusia,"papar Priyotamtama. Mecer memang pantas menerima USD Award tersebut sebab sebagian besar hidupnya diabdi...

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami ru...