Langsung ke konten utama

Mahasiswa Multietnis Kalbar Tolak Politisasi SARA


Mahasiswa multi-etnis Kalimantan Barat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Multietnis Kalimantan Barat (FKMK) menolak dengan keras adanya upaya-upaya politisasi suku, agama, rasa dan antargolongan (SARA) dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Barat yang kini sedang berlangsung.

Mahasiswa multietnis Kalbar peserta pendidikan damai 14-16/9 2012 menolak politisasi SARA dalam Pilgub 2012
Pernyataan itu disampaikan setelah 46 mahasiswa dari berbagai etnis yang ada di Kalbar, seperti Dayak, Melayu, Madura, Tionghoa, Batak, Jawa, NTT, Minggu (16/9) di LPMP, Tanjunghulu, Pontianak.  Pernyataan itu merupakan kristalisasi penyadaran setelah selama tiga hari (14-16/9/2012) para mahasiswa utusan dari BEM dan organisasi kemahasiswaa dari 8 perguruan tinggi di Kalbar tersebut mengikuti pendidikan perdamaian yang diorganisir Aliansi untuk Perdamaian dan Transformasi (ANPRI).

Selain menolak politisasi isu SARA dalam Pilgub, mahasiswa juga meminta aparat keamanan agar mengusut dan menindak tegas jika ada pihak-pihak dari masing-masing Cagub/cawagub yang membawa-bawa isu SARA dalam Pilgub kali ini. “Aparat keamanan harus mempunyai sensitivitas etnis yang tinggi di Kalbar ini. Artinya, jika ada kasus yang bernuansa etnis harus dengan segera diselesaikan tuntas,”pinta Martinus Rudi, mahasiswa Dayak yang juga ketua PMKRI Pontianak serta Ahmad Darwis, dari Himpunan Mahasiswa Madura.

Sementara itu Diyah Devianti, mahasiswa Melayau dari BEM STMIK dan Monita, mahasiswa Tionghoa dari STMIK Widya Dharma mengharapkan agar rakyat Kalbar, khususnya mahasiswa, dengan tegas menolak ajakan untuk melakukan kekerasan atas nama apapun, apalagi atas nama fanatisme etnis dan agama yang sempit.

Demi terlaksananya Pilgub yang berkualitas, mahasiswa juga meminta agar seluruh petugas pelaksana Pilgub (KPU, Panwaslu, PPK, PPS) bertindak secara profesional dan independen. Sebab jika terjadi kekacauan dalam Pilgub yang disebabkan ketidakprofesionalan dan kenetralan penyelenggara Pilgub, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik kekerasan. 

Menurut mahasiswa, Kalbar ini adalah rumah yang nyaman dan aman untuk keberagaman. Karena itu janganlah keberagaman itu dirusak dengan kepentingan politik sesaat yang pada akhirnya jika terjadi konflik kekerasan akan menghancurkan seluruh sendi kehidupan masyarakat.

Pendidikan Damai
Para mahasiswa multi-etnis terse but selama tiga hari (14-16/9) mengikuti pendidikan perdamaian yang diorganisasi oleh ANPRI. Menurut Julianto Makmur, Kordinator ANPRI, pendidikan perdamaian ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan sudah dilakukan 14 kali. “Pesertanya dari beragam unsur, ada untuk tokoh adat, tokoh agama, siswa, mahasiswa maupun orang awam umum nya,”jelas Julianto.

Seperti diketahui di Kalbar setidaknya tercatat lebih dari 14 kali konflik bernuansa etnis. Meskipun konflik antar etnis sudah tidak terjadi lagi, namun sampai kini pun benih-benih konflik itu masih ada. Pendidikan perdamaian ini adalah upaya untuk mencegah konflik dan menanamkan budaya damai dalam masyarakat. Hasil jangka panjang yang diharapkan dari kegiatan ini adalah adalah masyarakat multi etnis di Kalimantan Barat yang aman, damai, sejahtera serta menghargai perbedaan.
Diskusi kelmembahas persoalan politik, sosial, budaya, ekonomi yg menyebabkan ketidakadilan dalam masyarakat

“Menurut kami ada kesadaran anti konflik etnis yang makin baik dan tidak mudah dihasut. Sensitivitas etnis yang makin baik pada aparat keamanan serta meningkat aktivitas swadaya masyarakat untuk perdamaian. Harus diakui, kami bisa mengatakan bahwa kondisi itu merupakan kontribusi dari berbagai aktivitas perdamaian yang dilakukan berbagai pihak seperti ANPRI ini,”ujar Julianto.

Dalam pendidikan yang difasilitasi oleh Edi V.Petebang bersama Subro dan Andika Pasti tersebut diawali dengan membuat analisi sosial dan pemetaan potensi konflik dan potensi damai yang ada di Kalbar. Setelah itu peserta diajak untuk melihat apa saja stereotip yang ada pada masing-masing etnis dan samaa-sama menyadari bahwa stereotip itulah salah satu pemicu konflik sehingga jangan menyebarluaskan stereotip etnis lain.

Peserta juga dibekali dengan diskusi kritis tentang sistem ekonomi di dunia ini yang menyebabkan ketidakadilan sebagai sumber konflik. Juga didiskusikan peluanga pencegahan dan penyelesaian peluang penanangan konflik melalui UU Hak Asasi Manusia  (UU 39/1999), UU Nomor 40/2008 tentang Pemberantasan Diskriminasi Etnis dan Ras (PDRE), dan UU nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Untuk semakin memperkuat kesadaran pserta tentang urgennya terlibat aktif dalam upaya perdamaian, pada malam hari diputar film-film perdamaian, seperti film “Sometimes in April”. Pada sesi terakhir digeluti tentang kepemimpinan yang pro perdamaian. “Kalbar butuh pemimpin yang pro perdamaian abadi; bukan pemimpin yang hanya bisa menyejahterakan rakyat,”harap Stevani, salah seorang peserta.

Pendidikan yang diisi dengan metode diskusi kelompok, diskusi pleno, presentasi, tanya jawab dan diselingi permainan tersebut menarik dan tidak membosankan peserta. “Pendidikan ini memberikan penyadaran baru bagi kami dan semoga bisa dilaksanakan lagi. Semakin banyak orang yang bisa mengikuti pendidikan ini maka sudah berkontribusi besar bagi perdamaian abadi di Kalbar,”harap Thomas More.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei...

AR Mecer Terima Sanata Dharma Award 2010

Kalimantan Barat patut berbangga karena salah seorang warganya, yakni Drs. AR. Mecer meraih penghargaan bergengsi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, "Universitas Sanata Dharma Award Tahun 2010" sebagai Perintis dan Penggiat Credit Union di Indonesia. Penyerahan penghargaan yang diberikan setiap lima tahunan tersebut dilakukan oleh rektor Universitas Sanata Dharma (USD)   P. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama SJ dalam Perayaan Lustrum XI dan Ulang Tahun Ke-55 Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta pada hari Jumat, 17 Desember 2010. Menurut P.Priyotamtama SJ. sosok Mecer merupakan tokoh Indonesia yang mampu membangun kekuatan-kekuatan transformatif rakyat melalui credit union. "Credit union bukan lagi sekedar aktivitas ekonomi, tetapi merupakana gerakan sosial yang membuat masyarakat, terutama kaum papa, memiliki harkat dan martabat sebagai manusia,"papar Priyotamtama. Mecer memang pantas menerima USD Award tersebut sebab sebagian besar hidupnya diabdi...

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami ru...