Langsung ke konten utama

Ayo Mengawal RUU Koperasi


Tahun 2011 ini pemerintah (Kemenkop dan UKM) bersama DPR sedang membahas RUU Koperasi yang baru menggantikan UU Nomor 25 tahun 1994 tentang Koperasi. Targetnya tahun ini RUU ini disahkan menjadi UU. Membaca RUU yang baru, sebagai anggota koperasi kita pasti sangat kecewa dan jika tidak direvisi maka bisa-bisa tamatlah koperasi Indonesia.

RUU ini memuat 15 bab, 124 pasal dan 272 ayat. Yakni mengatur tentang Pendirian, perubahan AD dan Pengumuman, Keanggotaan, Rapat Anggota, Pengawas dan Pengurus, Modal Koperasi, Jenis, Tingkat dan Lapangan Usaha, Simpan Pinjam, Surplus Hasil Usaha dan Dana Cadangan, Penggabungan dan Peleburan, Cara Perubahan, Penyelesaian dan Hapusnya  Status Badan Hukum, Pemberdayaan Koperasi Administratif, sanksi dan ketentuan peralihan dan penutup.

Secara umum nilai-nilai CU sudah terakomodir dalam pasal 2, yakni (1). kekeluargaan (2). menolong diri sendiri (3). bertanggung jawab (4). demokrasi (5). persamaan (6). keadilan
(Pasal 2 ayat 1). Nilai-nilai anggota koperasi adalah (1). kejujuran (2). keterbukaan (3). tanggung jawab (4). kepedulian terhadap orang lain (Pasal 2 ayat 2). Beberapa prinsip CU juga sudah diakomodir dalam RUU ini.

Ada banyak kelemahan dalam RUU ini. Kelemahan mendasar adalah RUU ini bertentangan dengan konsep dasar koperasi yakni dari, oleh dan untuk anggota. RUU ini bertolak belakang karena koperasi digolongkan sebagai badan usaha sehingga siapapun tanpa harus anggota bisa menjadi pengurusnya; koperasi kehilangan keotonomiannya karena campur tangan pemerintah sangat banyak padahal koperasi diharapkan swadaya, otonom dan mandiri (Pasal 3 huruf d).

RUU ini berlawanan dengan prinsip otonomi daerah dan sentralistik. Pendirian koperasi harus disahkan Menteri Koperasi, tidak ada peran gubernur dan bupati/walikota. Padahal selama ini cukup disahkan gubernur/bupati-walikota.

Bagian lain yang patut dikritisi dari RUU ini adalah mengenai keanggotaan, kepengurusan, kepengawasan dan permodalan.

Dari sisi keanggotaan, dalam RUU disebutkan bahwa anggota koperasi adalah sebagai pengguna, dan ini tentunya sangat berbeda dengan UU No. 25/1994 dimana anggota adalah sebagai pemilik dan sekaligus pengguna. Perubahan ini tentunya sangat mempengaruhi rasa memiliki anggota terhadap aktivitas usaha koperasi yang ada oleh anggota. Anggota tidak wajib tahu kesulitan pengurus.

Hal yang aneh adalah soal kepengurusan. Dalam RUU baru pengurus bisa anggota maupun bukan anggota koperasi (Pasal 54 ayat 1). Seandainya pengurus dalam hal ini berasal dari bukan anggota apalagi orang yang tidak tahu tentang koperasi dan hanya sekedar ”mau” menjadi pengurus, apa jadinya koperasi? Atau bisa-bisa koperasi menjadi alat politik.

Pengawas dapat honorarium atau imbalan dan bonus (Pasal 48 dan 93) sedangkan Pengurus dapat gaji/ tunjangan juga bonus (Pasal 56 ayat 2 dan pasal 93). Hal yang tidak boleh ada dalam koperasi selama ini.

Persoalan permodalan juga menarik dikritisi (Pasal 65-75). Apapun bentuknya simpanan anggota adalah tidak lagi menjadi modal sendiri koperasi. Modal Koperasi terdiri dari Iuran Masuk dan Saham Anggota sebagai modal awal (ayat 1). Posisi iuran masuk dan saham anggota yang dimaksud akan menempati posisi dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib, dimana SP dan SW dalam draf ini tidak lagi dikenal. Laporan Keuangan Koperasi akan mengalami perubahan; modal sendiri koperasi dari SP dan SW, akan berubah menjadi : IM (Iuran Masuk) dan SA (Saham Anggota).

Selain modal sebagaimana dimaksud di atas (Iuran Masuk dan Saham Anggota), modal dapat juga berasal dari: hibah, modal penyertaan; dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan AD dan/atau peraturan perundang-undangan (Pasal 65 ayat 2).

Akan didirikan Lembaga Gerakan Koperasi (Pasal 113-117). Sepertinya Lembaga ini akan menjadi badan baru yang akan menggantikan badan yang sudah ada, seperti Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) atau Induk Koperasi Indonesia (Inkopdit). Untuk apa? Alangkah bijak memperbaiki lembaga yang sudah ada.

CU terancam
RUU Koperasi ini secara khusus mengancam keberadaan credit union (CU). Karena sebagian besar ketentuan dalam RUU Koperasi yang baru bertentangan dengan praktek, prinsip dan filosofi credit union. Dan yang lebih fatal, credit union tidak diakomodasi dalam RUU tersebut.

Dalam RUU ini memang ada satu bab dan 14 pasal (Bab VIII, pasal 80-94) khusus yang mengatur tentang simpan pinjam; tapi tidak ada satu pun kata "credit union" didalamnya.

Pemerintah (baca Kementrian Koperasi) sepertinya menutup mata terhadap fakta bahwa credit union (CU) ini sudah hidup, berkembang dan sangat membantu miliaran orang di muka bumi ini, termasuk warga Indonesia dan di Kalbar sejak ratusan tahun. Di Kalbar misalnya CU sudah begitu popoler. Dari gubernur, bupati, anggota legislatif, tokoh, pengusaha, akademisi, aktivis hingga rakyat biasa banyak yang menjadi anggota CU. CU sudah menjadi bagain dari kehidupan mereka,  apalagi di daerah pedalaman. Hampir seluruh pedalaman Kalbar--yang sangat sulit dijangkau lembaga keuangan lainnya--sudah ada pelayanan CU. "Credit union menjadi trademark Kalimantan Barat. Karena lebih dari 50 persen asset CU seluruh Indonesia ada di Kalbar,"tulis DR. Francis Wahono (2009).

Tidak bisa dipungkiri, CU bukan lagi sekedar lembaga keuangan, tetapi sudah menjadi gerakan ekonomi karena besar dan luasnya dampak yang dihasilkannya.

Secara kuantitas, sampai Oktober 2009 menurut data dari Induk Koperasi Kredit Indonesia (Inkopdit) terdapat 1.330.581 orang anggota dengan aset sekitar Rp.7,3 triliun yang tersebar di 886 CU primer. Saat ini Inkopdit memiliki jaringan 30 Puskopdit/ Pra Puskopdit/ BK3D yang tersebar di beberapa Propinsi di seluruh Indonesia (www.cucoindo.org).

Di Kalbar ada di bawah naungan Puskopdit BKCU Kalimantan saja ini sampai bulan November 2010 mencatatkan aset Rp 3,9 triliun dengan anggota 442.916 orang yang tersebar di 46 CU primer di pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua dan Maluku (KR Maret 2011).

CU terbukti mampu meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi jutaan rakyat di Indonesia. CU telah mensejahterakan banyak orang tanpa memandang golongan agama, etnis, status sosial dan aneka perbedaan buatan manusia lainnya. CU menjadi media rekonsiliasi sosial di Kalbar.

Kini upaya mengembalikan koperasi kredit kepada khitah-nya sedang dilakukan para aktivis credit union di Indonesia. Di Kalimantan tiga Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) yakni Puskopdit BKCUK, Puskopdit Khatulistiwa, Puskopdit Kapuas gencar merangkum masukan untuk merevisi RUU tersebut. Bahkan Puskopdit BKCUK gencar melakukan lobi kepada parpol/politisi di Senayan dan Kemenkop untuk melakukan perubahan dalam RUU ini.

Bagi para anggota koperasi, khususnya anggota CU, mari kita kawal proses pembahasan RUU ini agar koperasi benar-benar mandiri, independen, dan dari, oleh-untuk anggotanya.

Penulis adalah anggota beberapa CU di Kalbar





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei...

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami ru...

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K...