Langsung ke konten utama

Liu Xiaobo, Simbol Kemenangan Damai

”Aku tidak punya musuh atau rasa benci. Semua polisi yang pernah mengawasi, menahan, dan menginterogasiku; para jaksa yang menuntutku; dan para hakim yang menghukumku, semua bukan musuhku.” [Liu Xiaobo, Aku Tidak Punya Musuh: Pernyataan Terakhirku]

Liu bersama ibu yang anaknya menjadi korban Tiananmen 1989
Kontroversi pemberian Nobel Perdamaian kembali terjadi tahun 2010. Tahun lalu Komite Nobel dikritik habis-habisan karena menganugerahkan hadiah tersebut kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang baru setahun menjadi presiden AS. Komite Nobel kukuh dan berpendapat bahwa Obama dianugerahi atas "upaya luar biasanya untuk memperkuat diplomasi internasional dan kerjasama antar bangsa".  "Jarang sekali orang seperti Obama telah meraih perhatian dunia dan memberi bangsanya harapan akan masa depan yang lebih baik. Diplomasinya disusun dalam konsep bahwa mereka yang akan memimpin dunia harus melakukannya atas dasar nilai-nilai dan sikap-sikap yang juga dipegang oleh sebagian besar penduduk dunia," kata Ketua Komite Nobel Thorbjoern Jagland saat mengumumkannya.

Tahun 2010 penghargaan berupa medali emas, diploma dan hadiah 10 juta kronor Swedia itu kembali kontroversi karena diberikan kepada Liu Xiaobo. Liu oleh pemerintah China dicap pembangkang, subversive dan kini dipenjara 11 tahun. Namun kemenangan Liu mendapat dukungan dan tentangan dari Negara dan sejumlah tokoh internasional. Presiden AS Barrack Obama memuji Liu sebagai "seorang juru bicara fasih dan berani untuk kemajuan nilai-nilai universal melalui cara-cara damai dan non-kekerasan, termasuk dukungannya terhadap demokrasi, hak asasi manusia dan aturan hukum."

Dikutip dari situs resminya (www.nobelprize.org) Ketua Komite Nobel, Thorbjoern Jagland mengatakan bahwa Liu layak mendapatkan Nobel Perdamaian karena ia telah melakukan perjuangan non kekerasan untuk hak asasi manusia yang fundamental di China. Komite Nobel percaya bahwa ada hubungan yang erat antara HAM dan perdamaian.

Pemerintah China marah sekali atas penganugerahan itu dan mengancam memutus hubungan dengan Norwegia. Melalui Global Times, media pemerintah China, bahwa komite Nobel telah "mempermalukan diri sendiri" dan menyatakan hadiah perdamaian tersebut telah "terdegradasi menjadi sebuah alat politik yang melayani tujuan anti-China".

"Komite Nobel sekali lagi menunjukan kesombongan dan prasangka terhadap negara yang telah membuat kemajuan ekonomi dan sosial yang paling luar biasa dalam tiga dekade terakhir. Tidak ada satupun dari mereka (Liu dan Dalai Lama) yang memberikan kontribusi bagi perdamaian China dan bagi pertumbuhan dalam beberapa dekade terakhir," kata sebuah editorial Global Times sperti dikutip Kompas 10/10.

Media resmi di China tidak satupun yang memberitakan Liu. Siaran tentang Liu oleh jaringan televisi internasional CNN dan TV5 Perancis diblokir pemerintah. Situs-situs yang memberitakan Liu sebagiana besar diblokir dan orang-orang yang merayakan kemenangannya ditangkap. Bahkan isterinya, Liu Xia, hilang dalam perjalanan menuju penjara suaminya.

Liu, Simbol Anti Kekerasan
Dalam situs  pribadi Liu (http://www.liuxiaobo.eu/) yang diblokir pemerintah China, dituliskan bahwa Liu Xiaobo lahir dari keluarga intelektual di Changchun, Provinsi Jilin, timur laut China tanggal 28 December 1955. Ia dikenal sebagai penulis, aktivis hak asasi manusia dan dosen di Beijing Normal University sebelum dipenjara Desember 2009 setelah menulis 'Charter 08', suatu manifesto yang ditandatangani ribuan pencari hak-hak asasi yang lebih besar di negara komunis itu.

Setelah lulus SMA, Liu meneruskan kuliah di Departemen Sastra China, Universitas Jilin. Dia adalah angkatan mahasiswa pertama setelah Revolusi Kebudayaan 1977. Meraih sarjana pada 1982, Master of Arts (MA) pada 1986 dan doktor dalam bidang Sastra China tahun 1987. Tahun 1987, ia menerbitkan buku pertama, Criticism of the Choice: Dialogues with Li Zehou yang menghebohkan karena berani mengkritik tradisi Konfusianisme dan menantang pendapat Profesor Li Zehou, tokoh intelektual dan ideolog besar di China waktu itu.

Buku keduanya, hasil disertasi doktoralnya, adalah "Aesthetic and Human Freedom". Nama Liu pun mengorbit. Dia diundang sebagai dosen tamu di sejumlah universitas kondang, seperti Universitas Oslo di Norwegia; University of Hawaii, AS; dan di Columbia University di New York, AS.

Liu ada di New York saat demonstrasi mahasiswa pecah di Lapangan Tiananmen, April 1989. Dia pulang untuk ikut aksi itu. Saat militer akan membubarkan demonstran, Liu dan tiga temannya melakukan mogok makan sejak 2 Juni 1989. Dua hari setelah aksi itu berakhir, Liu dipenjara. Tiga bulan kemudian ia dipecat dari Universitas Normal Beijing dan dilarang menerbitkan tulisan atau berbicara di depan umum.

Liu tidak diam. Ia terus mengkritik dan tulisannya diterbitkan di luar China. Liu diawasi ketat dan jadi tahanan rumah tahun 1995-1996, masuk kamp kerja paksa tahun 1996-1999 karena mendesak pembebasan aktivis Tiananmen.

Meski ditindas atas perjuangannya, Liu tak pernah menyimpan dendam.ia menghindari kekerasan dan tidak dendam. Harian Kompas menulis bahwa kemenangan Liu merupakan kemenangana perjuangan nurani  (Kompas, 11/10).

Terlepas dari semua kontroversi tentang Liu, kontribusi Liu dalam demokrasi, hak asasi manusia dan perdamaian universal patut dicatat sebagai bagian dari sejarah peradaban manusia di bumi ini. Liu berhasil mengalahkan kandidat lain, seperti pegiat hak asasi manusia Afghanistan Sima Samar, pegiat hak asasi manusia Rusia Svetlana Gannushikina, mantan kanselir Jerman Helmut Kohl dan Perdana Menteri Zimbabwe Morgan Tsvangirai.

Mari kita ambil hikmah dari perjuangan Liu bahwa kekerasan hanya akan menghasilkan kekerasan dan kehancuran; bukan kemenangan.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei...

AR Mecer Terima Sanata Dharma Award 2010

Kalimantan Barat patut berbangga karena salah seorang warganya, yakni Drs. AR. Mecer meraih penghargaan bergengsi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, "Universitas Sanata Dharma Award Tahun 2010" sebagai Perintis dan Penggiat Credit Union di Indonesia. Penyerahan penghargaan yang diberikan setiap lima tahunan tersebut dilakukan oleh rektor Universitas Sanata Dharma (USD)   P. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama SJ dalam Perayaan Lustrum XI dan Ulang Tahun Ke-55 Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta pada hari Jumat, 17 Desember 2010. Menurut P.Priyotamtama SJ. sosok Mecer merupakan tokoh Indonesia yang mampu membangun kekuatan-kekuatan transformatif rakyat melalui credit union. "Credit union bukan lagi sekedar aktivitas ekonomi, tetapi merupakana gerakan sosial yang membuat masyarakat, terutama kaum papa, memiliki harkat dan martabat sebagai manusia,"papar Priyotamtama. Mecer memang pantas menerima USD Award tersebut sebab sebagian besar hidupnya diabdi...

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami ru...