Langsung ke konten utama

Pangdam Tanjungpura Mayjen Moeldoko, "Jangan Sakiti Rakyat"



Tanggal 2 Juli 2010 Kodam XII/Tanjungpura resmi didirikan untuk wilayah Kalbar-Kalteng. Mabes TNI-AD mempercayakan Mayjen Moeldoko sebagai Panglima Kodam XII/Tanjungpura yang pertama. Apa saja program prioritas Pangdam yang baru tersebut? Kenapa Kodam yang dulu pernah ada lalu dilikuidasi dan kini dihidupkan kembali? Di ruang tamu Pangdam di markas Kodam sementara di Korem 121/ABW, Edi V.Petebang dan Dominukus Uyub dari KR diterima Pangdam untuk wawancara khusus. Berikut petikannya.

Apa permasalahan yang krusial di Kalimantan Barat sehingga Kodam ini di bentuk?
Sebenarnya permasalahannya bukan permasalahan yang praksis, tapi menejerial. Pertama terkait rentang kendali yang sangat jauh, sehingga perlu pemikiran ulang. Apalagi organisasi ini baru, karena dinamika organisasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang tadinya tiga bisa jadi dua atau satu, mengikuti menejerial organisasi modern. Kedua, adalah faktor strategis perbatasan darat dengan negara tetangga yang tidak bisa kita abaikan perkembangannya dari waktu ke waktu ada fenomena-fenomena baru. Dulu kita tidak mengenal perdagangan manusia lewat darat, sekarang sudah ada. Bagaimana hal ini kita pikirkan sehingga pengamanan lewat perbatasan bisa efektif.

Kodam ini baru dibentuk. Pasti ada program-program prioritas jangka pendek atau panjang. Bisa dijelaskan.            
Dalam agenda saya yang mendesak jelas, karena ini organisasi baru, pertama adalah persoalan internal. Bagaimana mebangun prosedur kerja dan meknisme hubungan kerja. Yang kedua adalah bagaimana memperkuat organisasi ini. Bagaimana kita menjalin harmonisasi kita dengan instansi agar bagaimana kehadiran Kodam ini bisa menjadi perekat antar organisasi. Sebagaimana Kalbar dan Kalteng memiliki sejarah konflik yang pernah kita rasakan, maka harmonisasi adalah sebuah upaya yang harus kita perkuat.

Program kita yang ketiga adalah sosialisasi atas keberadaan Kodam. Harapan utama dari saya adalah Kodam bisa memberi harapan baru kepada masyarakat. Pertama adalah masalah kondisi yang stabil, kedua semaksimal mungkin kita mencari terobosan-terobosan agar pemberdayaan masyarakat bisa kita kelola dengan baik berbagai berbagai stakeholder dan instansi terkait. Pemberdayaan masyarakat itu mungkin seperti pengelolaan kebun jagung dan sebagainya.    

Terkait konteks hubungan koordinasi dan komunikasi antara Pangdam dengan dua gubernur, Kalbar dan Kalteng. Bagaimana itu dilakukan?
Ya.. prosedur kerja internal kita. Mekanisme hugungan kerja yang kita adalah bagaimana harus bangun secara linier dan horisontal, kepada para tokoh-tokoh masyarakat, gubernur, Kapolda, kepada instansi-instansi yang lain. Saya kira ini tidak ada masalah yang berarti, karena yang penting adalah saling pengertian. 

Pada masa silam pernah terjadi konflik antar etnis di Kalbar dan Kalteng. Apakah ada rencana khusus agar harmonisasi masyarakat tercapai dan tidak ada lagi konflik?
Kalau kita bicara, Tuhan telah memberikan anugrah kepada kita yang hidup dalam sebuah ruang dimana didalamnya itu masalah suku, agama, ras (Sara) adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, itu anughar Tuhan yang tidak perlu kita perdebatkan sebagai perbedaan. Justru yang kita atur adalah bagaimana sara ini kita kelola dengan baik dan pada akhirnya itu menjadi kekuatan yang sangat besar. Namun jika kita tidak bisa mengelolanya dengan baik, makan akan mengarah pada sesuatu yang tidak benar. Hal ini selalu saya sampaikan pada para pejabat di daerah, para tokoh-tokoh masyarakat. Kita harus membicarakan bagaimana persatuan, bukan selalu mendiskusikan bagaimana perbedaan. Jangan pisimis bahwa kita ini negara yang serba kekurangan. Kita harus bicara keunggulan. Apalagi ditempat kita, nengok ke udara, ada burung walet, nengok datar, sawit dan nengok ke bawah, ada batubara, emas. Keunggulan itulah yang perlu kita pikirkan secara keras, agar bagaimana keunggulan itu bisa menjadi at lantit bukan malah kita ribut sendiri. Karena itu harmonisasi itu harus kita perkuat dari waktu ke waktu. Mengenai konflik sendiri, saya hanya aware (peringatan) saja, itu tidak bisa kita abaikan.

Tentu saja pendirian Kodam ini diharapkan membawa dampak positif bagi masyarakat, untuk kesejahteraan masyarakat. Apa dampak yang diharapkan dari pembentukan Kodam ini?
Saya pikir, kita harus selaras dengan apa yang dipikirkan oleh bapak Gubernur Kalbar. Yang utama adalah stabilitas adalah prasarat dari berjalannya pembangunan nasional. Yang kedua, kita berkeinginan bahwa masyarakat itu menjadi semakin aware (peringatan) atas hak dan kewajibannya, khususnya dalam konteks bela negara. Bukan harus mengangkat senjata, tapi yang penting adalah back mind (yang ada di pikiran) masyarakat itu adalah penuh dengan pemikiran bagaimana mengenai membangun ketahanan nasional sebagai prasyarat agar masyarakat itu sense of pertahanan yang tangguh. Karena itu saya pikir perlu ada penguatan ulang. Hal ini sudah saya sampaikan di Kalteng maupun di Kalbar, bahwa konteks-konteks itu perlu dikembangkan, seperti memperkuat wawasan kebangsaan dan terus mencari konteks yang bagus. Mungkin diadakan dalam bentuk kemah kebangsaan, yang diikuti oleh berbagai etnis dan agama. Nanti, tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai karakter yang kuat, memiliki kharisma yang baik yang terakui. Mereka semua kita beri kesempatan untuk berbicara, sehingga itu menjadi kita semua harus sadar, bahwa ini adalah moment yang penting.

Apa himbauan Pangdam bagi anggota TNI, khususnya TNI AD dan masyarakat khususnya tentang keberadaan Kodam?
Saya selalu menekankan kepada prajurut saya, jangan coba-coba menyakiti hati rakyat. Karena maksudnya agenda panglima adalah agenda reboisiasi, sangat nista nantinya kalau penglima bicara begitu, padahal diri saya sendiri begitu. Hal ini lah yang selalu saya sadarkan kepada meraka. Yang kedua adalah masyarakat jangan justru was-was, justru keberadaan Kodam itu masyarakat akan menjadi tenang. Jangan berfikir, nanti ada apa-apa, bukan itu. Persoalannya, adalah bagaimana keberadaan Kodam itu lebih memberi jaminan kehidupan masyarakat dan sebagainya. Karea itu, saya berharap kepada masyarakat, bahwa sekarang kita sudah memiliki Kodam sendiri di wilayah Kalbar dan Kalteng sehingga kita berharap masyarakat bisa memenfaatkan keberadaan Kodam ini. Karena ini sudah saya sampaikan pada seluruh pemerintah daerah yang saya kunjungi. Saya akan memberikan pengabdian terbaik pada masyarakat dan kepada pemerintah daerah, apapun yang diinginkan, sepanjang apa yang bisa kita berikan, seperti tenaga, pemikiran, kita tidak punya uang.

Mayjen Moeldoko dilahirkan di Kediri, 8 Juli 1957 dengan dua gelar master (MBA dan MSi) dan kini kandidat doctor (S3). Pendidikan militer dimulai dari AKABRI, Susarcab, Suslapa Infantri, Seskoad, Sesko TNI, Susdanrem, Susstrat Perang Semesta dan Lemhanas RI. Moeldoko telah dikaruniai dua anak buah cintanya dengan isterinya bernama Koesni Harningsih.

Sebelum Pangdam XII/Tjpr, menjabat Panglima Devisi I Infantri Kostrad. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya/Jayakarta tahun 2008. Lulusan terbaik AKABRI Tahun 1981 ini selama kariernya pernah bertugas di beberapa satuan dengan jabatan yang cukup strategis. Yakni Wakil Komandan Yonif 202/Tajimalela, Komandan Yonif 201/Jaya Yudha, Dandim 0501 BS/Jakarta Pusat, Sekretaris Pribadi Wakasad, Pabandya-3 Ops PB-IV/Sopsad. Ia pernah juga menjadi Komandan Brigif-1 Pengamanan Ibu Kota, Asisten Operasi Kepala Staf Kodam VI/Tanjungpura, Direktur Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Pussenif, Danrindam VI/ Tanjungpura, Danrem 141/TP Dam VII/Wirabuana, Pembantu Ahli Kasad Bidang Ekonomi dan Dirdok Kodiklat TNI AD.***

Komentar

Anonim mengatakan…
berkunjung dengan segelas kopi.....aku dah link blog kamu....link balik ya

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany