Langsung ke konten utama

Menimbang Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng

Seberapa efektifkah Perda ini untuk memperkuat masyarakat adat, khususnya Dayak di Kalteng? Apakah Perda sejenis bisa dibuat di Kalbar?

Oleh Edi V Petebang

Provinsi Kalimantan Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur Agustin Teras Narang telah membuat beberapa langkah strategis dalam upaya memperkuat eksistensi masyarakat adat, khususnya masyarakat adat Dayak di di Kalteng. Sebelumnya Gubernur yang terpilih untuk periode kedua (2010-2015) ini membuat kebijakan melalui Pergub berupa pemberian sertifikat gratis untuk tanah-tanah adat. Tahun 2008 dikeluarkan Perda Nomor 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah.

Dasar dibuatnya Perda ini adalah bahwa lembaga Kedamangan di Provinsi Kalteng yang hidup, tumbuh dan berkembang memiliki peran penting bagi kehidupan dan keberadaan Masyarakat Adat Dayak sebagai bagian dari komitmen kebangsaan Bineka Tunggal Ika, sehingga perlu dilestarikan, dikembangkan dan diberdayakan dengan memberikan kedudukan, kewenangan, tugas, fungsi dan peranan yang memadai dengan didukung dan dibantu oleh kelembagaan adat Dayak lainnya, sehingga sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan daerah otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dayak menurut Perda ini adalah "rumpun atau himpunan suku penduduk asli Kalimantan Tengah yang mempunyai hak-hak adat, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dan hukum adat yang diakui sebagai wujud dari ke-Bineka Tunggal Ika-an, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1).

Kelembagaan adat itu sendiri didefinisikan sebagai "organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang bersamaan dengan sejarah Masyarakat Adat Dayak dengan wilayah hukum adatnya, serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan dengan mengacu kepada adat-istiadat, kebiasaan kebiasaan dan hukum adat Dayak. (Pasal 1 ayat 18).

Perangkat dalam kelembagaan adat adalah Damang dan mantir. Damang mempunyai wilayah kedamangan. Forum gabungan para Mantir/Let adat baik yang berada di kecamatan maupun di desa/kelurahan disebut Kerapatan Mantir/Let. Let ini perangkat adat pembantu damang.

Perdamaian Adat di tingkat kecamatan dan anggota Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat desa/kelurahan, berfungsi sebagai peradilan adat yang berwenang membantu Damang Kepala Adat dalam menegakkan hukum adat Dayak di wilayahnya.

Hirarki lembaga adat di Kalteng sesuai Perda ini (dari tertingi sampai terendah) adalah Majelis Adat Dayak Nasional kemudian secara berurutan di bawahnya adalah Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah-Dewan Adat Dayak Kabupaten/Kota-Dewan Adat Dayak Kecamatan-Dewan Adat Dayak Desa/Kelurahan (pasal 44).

Lembaga Kedamangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, bersinergis dan didukung oleh MADN, DAD Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ Kecamatan/ Desa/ Kelurahan (Pasal 3 ayat 2).

Disamping Dewan Adat Dayak, ada lembaga Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (BPMAD). BPMAD adalah sub-organisasi MADN, DAD Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ Kecamatan/ Desa/ Kelurahan yang mempunyai tugas khusus untuk mengawal perjuangan Masyarakat Adat Dayak mempertahankan keberadaannya, membantu tugas Damang dalam menegakkan hukum adat dan mengantisipasi gangguan terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di daerah perbatasan. Tidak jelas, apakah BPMAD ini sejenis Laskar Wataniah di Malaysia.

Dalam pasal 5 diatur tentang pembentukan, penetapan dan pengukuhan lembaga adat Dayak. Dewan Adat Dayak Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan se-Kalimantan Tengah, dibentuk atas dasar kewajiban untuk lebih memberdayakan peran dan fungsi Damang Kepala Adat guna memperkokoh keberadaan masyarakat adat dayak dengan
segala kearifan lokalnya dengan melakukan upaya pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan (Pasal 5 ayat 1).

Dewan Adat Dayak Provinsi ditetapkan dan dikukuhkan oleh MADN, DAD Kabupaten/Kota oleh DAD Provinsi, DAD Kecamatan oleh DAD kabupaten/Kota, DAD Desa/Kelurahan oleh
Dewan Adat Dayak Kecamatan (pasal 5 ayat 3).

Disamping Majelis Adat dan Dewan Adat Dayak, ada lembaga kedamangan dalam sistem kelembagaan adat Dayak di Kalteng yang diatur dalam Perda ini. Dalam lembaga kedamangan ini ada lembaga penyelesaian hukum adat yang disebut mantir perdamaian adat pada tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.

Bagaimana pembentukan lembaga kedamanangan? Sesuai pasal 6, pembentukan, pemekaran dan penggabungan lembaga kedamangan ditetapkan oleh Bupati/Walikota atas pertimbangan DAD Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan permohonan Masyarakat
Adat Dayak wilayah kecamatan bersangkutan.

Pembentukan, pemekaran dan penggabungan lembaga kedamangan oleh masyarakat adat Dayak harus memenuhi 3 syarat. Pertama, terdapat kelompok masyarakat adat dayak yang mempunyai kesamaan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Kedua, memiliki wilayah paling sedikit mencakup 5 (lima) Desa/ kelurahan dalam satu Kecamatan atau beberapa kecamatan. Ketiga, mempunyai hak-hak adat.

Bagaimana kedudukan, tugas dan fungsi damang kepala adat? Damang Kepala Adat berkedudukan di ibu kota kecamatan sebagai mitra Camat dan mitra DAD kecamatan, bertugas dalam bidang pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan berfungsi sebagai penegak hukum adat Dayak dalam wilayah Kedamangan bersangkutan (Pasal 7 ayat 1).

Damang kepala adat dibantu Kerapatan Mantir Perdamaian Adat atau Let Adat tingkat kecamatan dan tingkat desa/kelurahan. Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat desa/ kelurahan merupakan peradilan adat tingkat pertama. Damang Kepala Adat secara otomatis menjadi ketua Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan atau sebagai peradilan adat tingkat terakhir.

Ada 12 tugas damang kepala adat, antara lain menegakkan hukum adat dan menjaga wibawa lembaga adat kedamangan, menyelesaikan perselisihan dan atau pelanggaran adat, membantu pemerintah daerah dalam mengusahakan kelancaran pelaksanaan pembangunan di segala bidang, terutama bidang adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan hukum adat, menetapkan besarnya uang sidang, uang meja, uang komisi, uang jalan, dan lap tunggal dalam rangka pelayanan /penyelesaian kasus dan atau sengketa oleh Kerapatan Mantir Perdamaian Adat, baik tingkat kecamatan maupun tingkat desa/kelurahan (Pasal 8).

Damang kepala adat mempunyai enam hak dan wewenang. Pertama, menganugerahkan gelar adat. Kedua, mengelola hak-hak adat dan/atau harta kekayaan kedamangan. Ketiga, menyelesaikan perselisihan yang menyangkut adat istiadat. Keempat, menetapkan Peraturan Damang, membuat surat keputusan, mengesahkan surat pernyataan, membuat surat keterangan tanah adat dan atau hak-hak adat di atas tanah. Kelima, melaksanakan perkawinan secara adat, menerbitkan surat keterangan perkawinan secara adat, mengesahkan surat perjanjian perkawinan secara adat, mengeluarkan surat keterangan perceraian secara adat dan surat-surat lainnya yang berkaitan dengan hukum adat (Pasal 10)

Masa jabatan damang kepala adat adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya (pasal 11). Dalam Perda ini diatur bagaimana proses pemilihan, pengangkatan damang kepala adat (pasal 16 sampai 26).

Perda ini mengatur tentang penyelesaian sengketa (pasal 27) secara berjenjang dari tingkat Desa/Kelurahan. Jika tidak selesai di tingkat desa maka naik ke tingkat kecamatan.

Segala perselisihan, sengketa dan pelanggaran hukum adat yang telah didamaikan dan diberi sanksi adat melalui keputusan Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat tingkat Kecamatan, adalah bersifat final dan mengikat para pihak (Pasal 28 ayat 1). Jika tidak diindahkan maka akan dihukum lebih berat.

Ada lembaga Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (BPMAD) yang bertugas memastikan bahwa hukuman/ sanksi adat tersebut dipenuhi oleh pihak yang salah (pasal 34). BPMAD ini sejenis Satpol PP atau semacam "tentara sipil" mungkin. Dalam penjelasan Pasal 34 Ayat (1) dikatakan "yang dimaksud dengan “Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak” adalah sekelompok anggota Masyarakat Adat Dayak yang tergabung dalam Komisi Adat istiadat dan Hukum Adat sebagai bagian dari lembaga Dewan Adat Dayak propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.

Jenis hukum adat yang diberikan baik pada level desa maupun kecamatan adalah: (1). nasihat/teguran secara lisan/ tertulis (2). pernyataan permohonan maaf secara lisan dan /atau tertulis (3). denda maupun ganti rugi (4). dikucilkan dari masyarakat adat desa/kelurahan (5). dikeluarkan dari masyarakat Desa (6). pencabutan gelar adat dan (7) sanksi lain sesuai dengan hukum adat setempat (Pasal 32).

Tata cara penyelesaian sengketa dan tata cara menjatuhkan sanksi adat oleh Damang Kepala Adat melalui Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat, dilakukan sesuai dengan hukum adat Dayak yang berlaku di wilayah kedamangan masing-masing (pasal 33).

Operasional lembaga adat Dayak ini berasal dari dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (pasal 40). Lembaga ini mendapat bantuan dana dan para fungsionarisnya diberikan penghasilan tetap tiap bulan. Damang kepala adat memperoleh setara tunjangan jabatan Eselon III.b; sekretaris damang setara tunjangan jabatan Eselon IV.a; Mantir Adat Kecamatan memperoleh setara tunjangan jabatan Eselon IV.b; Mantir Adat Desa/Kelurahan memperoleh setara tunjangan jabatan Eselon V.a.

Efektivitas Perda ini sampai saat ini belum bisa dievaluasi karena baru mulai berjalan. Namun niat baik untuk memperkuat eksistensi masyarakat adat, khususnya Dayak di Kalteng patut diberikan penghargaan.

Bagaimana dengan Kalbar? Di Kalbar kini sedang digodok rancangan Perda sejenis oleh sebuah Tim yang dikordinir Dewan Adat Dayak Provinsi Kalbar.***

Edi V Petebang

Komentar

Thomas mengatakan…
sdr ku ..inilah yang mjd persoalan yang kami hadapi dalam proses negoisasi??? dan loby terhadap otoritas (Departemen Kehutanan)
Kalimantan tengah 15,4 jt =80% di kuasai Asing,20% Tranmigrasi dan Konservasi/kwsan lindung dan Hutan lindung/Taman Nasional
Persoalan Perda 16/2008 dan Pergub 13/2009 secara de jure pasti memhak dan pintu masuk tapi secara de fakto.kenyataan lapangan ..posisi orang dayak itu masuk di mana di 80 % atau di 20 %
ini yang mesti kita usulkan sebagai bentuk pengakuan kedaulatan dan supaya tidak membuat konflik dan pertentangan di internal kita anak2 dayak sendiri
Thomas mengatakan…
sdr ku ..inilah yang mjd persoalan yang kami hadapi dalam proses negoisasi??? dan loby terhadap otoritas (Departemen Kehutanan)
Kalimantan tengah 15,4 jt =80% di kuasai Asing,20% Tranmigrasi dan Konservasi/kwsan lindung dan Hutan lindung/Taman Nasional
Persoalan Perda 16/2008 dan Pergub 13/2009 secara de jure pasti memhak dan pintu masuk tapi secara de fakto.kenyataan lapangan ..posisi orang dayak itu masuk di mana di 80 % atau di 20 %
ini yang mesti kita usulkan sebagai bentuk pengakuan kedaulatan dan supaya tidak membuat konflik dan pertentangan di internal kita anak2 dayak sendiri

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei...

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami ru...

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K...