Oleh Edi v.Petebang
Bagi masyarakat kita barang-barang buatan China sudah sangat biasa dijumpai sehari-hari. Bahkan bisa dikatakan sangat tidak mungkin jika harus meniadakan produk buatan China. Hampir semua barang ada, mulai dari barang konsumsi (makanan minuman), peralatan rumah tangga, produk kecantikan, hasil pertanian (buah, sayuran, dll), hasil peternakan sampai barang elektronik. Dan kita harus bersiap-siap, mulai bulan Maret 2010 kita sulit membayangkan betapa banyaknya barang-barang "made China" di pasaran. Padahal dengan tidak bebasnya jual beli barang dari China saja sudah sedemikian besarnya pengaruh produk asal China ini di pasaran Indonesia.
Bulan Maret 2010, secara resmi perjanjian kerja sama ASEAN-China Free Trade Area (AC-FTA) akan diberlakukan. Untuk tahap awal baru Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang memberlakukan perjanjian perdagangan bebas ini. Pada tahun 2015, negara Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam juga akan terlibat. Dengan perjanjian ini, produk China bebas masuk pasar ASEAN tanpa dikenakan pajak sepeser pun. Tahun 2010 ini sebanyak 1.017 pos tarif China-Indonesia akan dihapuskan. Dari jumlah itu, 828 pos tarif telah diturunkan pada periode 2004-2009 dan 200 pos tarif akan menyusul dihapuskan.
Sebelumnya sesama negara ASEAN—melalui AEC (ASEAN Economic Community) yang memayungi semua perjanjian perdagangan bebas ASEAN, dimana di dalamnya ada AFTA yang sekarang menjadi ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services)—maupun ACFTA (Asean China Free Trade Agreement), pos bea masuk yang dibebaskan jauh lebih banyak, bahkan dengan tambahan 7.881 pos baru yang dibebaskan, total pos tariff yang dibebaskan menjadi 54.457 (lima puluh empat ribu empat ratus lima puluh tujuh) atau 99,11 persen dari arus barang dan jasa di ASEAN.
Produk dalam negeri yang sangat terancam bangkrut dengan masuknya barang dari China antara lain pakaian, tekstil, tas, sepatu, mainan anak, sandal, sepatu, jamu, makanan, minuman, sayuran/produk pertanian, produk perikanan/peternakan. Serta industri manufaktur padat karya, seperti tekstil, mebel, dan baja, akan bangkrut dan meningkatkan pengangguran. Banyak pengusaha berubah dari produsen menjadi "pedagang" barang-barang murah China.
Kualitas bersaing dengan harga lebih murah, menjadikan aneka produk asal China menjadi pilihan konsumen. Diprediksi produsen dalam negeri terancam bangkrut. Sesuai catatan Harian Kompas, setidaknya ada 98.000 UKM industri tekstil dan produk tekstil (TPT). UKM tersebut mampu menyerap tenaga kerja sedikitnya 490.000 orang dengan nilai produksi Rp 14,7 triliun dan eks por 900 juta dollar AS. Angka ini belum memperhitungkan usaha mikro dan menengah atas.
Parahnya, perhatian pemerintah terhadap UKM tidak seperti yang dilakukan pemerintah China. Poppy Dharsono, Ketua Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia, dalam diskusi di gedung DPD pada awal Januari 2010 mengaku heran mengetahui bunga kredit untuk UKM lebih tinggi ketimbang untuk perusahaan menengah-atas. Padahal di China bunga kreditnya hanya 3 persen per tahun.
Menurut Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI), 40 persen dari 60 produsen mainan anak yang bergabung dalam APMETI beralih menjadi pengimpor mainan dari China. Tidak heran produk mainan China menguasai 80 persen pasar.
Tentu menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa produk asal China lebih murah dibanding produk Indonesia? Ada tiga jawabannya. Pertama, pandai meniru atau bahasa kerennya reverse engineering (rekayasa balik); kedua, sumber daya manusia yang sangat besar.
Seperti kita ketahui biaya terbesar pada pembuatan produk, adalah pada tahap "research and development". Selain memakan biaya besar, juga memakan waktu yang lama. Para pengusaha China melihat hal ini dapat dihilangkan dengan menggunakan sistem "reverse engineering", yakni membuat kembali produk yang sudah ada dengan menggunakan sparepart, material, serta cara pembuatan yang sama seperti produk aslinya alias meniru.
Rekayasa balik ini terdiri dari dua jenis: meniru material, bentuk sesuai dengan aslinya dan meniru material, bentuk tetapi dilakukan modifikasi. Dengan kedua cara ini produsen China bisa menghemat biaya dan dapat melempar produk ke pasaran dengan variasi yang sangat beragam dalam waktu singkat. Itulah yang kita saksikan saat ini. Misalnya, sat produk dari Negara lain belum ada yang menjual handphone ber-tv, China sudah memasarkan ponsel tv dengan harga yang terjangkau.
Produsen China selalu melakukan perbaikan, inovasi dan kreasi dari produk-produk mereka. Lihat saja ponsel, tv, radio, pakaian, mainan anak-anak dan produk lainnya yang mereka hasilkan selalu kaya fitur, menarik dan yang pasti harganya lebih murah.
China juga memiliki sumber daya manusia yang sangat besar sehingga biaya untuk pekerja menjadi sangat murah.
Selain pandai meniru dan melimpahnya sumber daya manusia, China sudah lama mempersiapkan fondasi ekonominya dengan membangun sarana transportasi yang baik untuk distribusi produk. Jalan darat diperbaiki, jalur kereta api, pelabuhan, bandara sejak lama dibangun dengan standar internasional.
Alasan mendasar kenapa produk China murah menurut Dodi Mantra, dosen Hubungan Internasional Univ.Al-Azhar, adalah karena besarnya campur tangan pemerintah dalam mengembangkan dan melindungi perekonomian domestiknya (Koran Tempo, 4/2/10). Menurut Dodi, apa yang dilakukan China sama dengan negara kapitalis Eropa dan Amerika. Contoh, seekor sapi di Eropa dapat subsidi 2 dollar per hari.
Apa yang dilakukan China merupakan wujud nyata negara ini menyingkirkan tangga kemajuan ekonomi. China telah memastikan bahwa dirinya telah berada di puncak, baru kemudian tangga disingkirkan. Telah dipastikan bahwa perusahaan-perusahaan China telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, baru kemudian mengundang tamu asing untuk datang. Misalnya, perusahaan negara yang menjadi pemain dominan di sektor energi China, yaitu CNOOC, Sinopec, dan PetroChina, bukan perusahaan minyak asing, sebagaimana yang terjadi di Indonesia.
Yang menjadi ironi adalah, ketika negara-negara tersebut berhasil sampai ke puncak kemajuan ekonomi, dengan segera mereka menendang tangga keberhasilan tersebut untuk mencegah negara lain menaiki tangga yang sama dan menjadi pesaing.
Seharusnya menurut Dodi Indonesia harus bangkit dengan menapaki suatu tangga (paradigma) pembangunan yang kokoh. Yakni paradigma yang merepresentasikan nilai-nilai dan kepentingan rakyat. Sikap Indonesia yang melebur ke dalam ACFTA menjadi suatu kisah memilukan, di mana justru kita sendiri yang menyingkirkan dan menendang tangga yang dapat mengantarkan kita kepada kemajuan ekonomi.
Apa lacur, semuanya telah terjadi. Semoga kesalahan penguasa Indonesia abad ini tidak diulangi generasi mendatang agar Negara ini bisa sejajar kemakmurannya dengan bangsa lain.
Sebagai sesama konsumen saya ingin mengingatkan agar pembaca tidak hanya tergiur murahnya produk asal China karena nyawa bisa jadi taruhannya. Sebab menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) banyak poduk dari China yang membahayakan kesehatan.
Banyak peralatan makanan berbahan plastik yang mengandung formalin. Aneka produk susu tercemar melamin. Aneka perhiasan anak mengandung kadmium--yang dapat merusak perkembangan otak anak. Ada 70 produk kosmetik asal China yang mengandung bahan berbahaya. Pasta gigi merk Maxam yang mengandung bahan kimia berbahaya serta kandungan logam berat timbal pada mainan produk China. Ketika masuk ke tubuh manusia, timbal berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan dan kesehatan.***
Bagi masyarakat kita barang-barang buatan China sudah sangat biasa dijumpai sehari-hari. Bahkan bisa dikatakan sangat tidak mungkin jika harus meniadakan produk buatan China. Hampir semua barang ada, mulai dari barang konsumsi (makanan minuman), peralatan rumah tangga, produk kecantikan, hasil pertanian (buah, sayuran, dll), hasil peternakan sampai barang elektronik. Dan kita harus bersiap-siap, mulai bulan Maret 2010 kita sulit membayangkan betapa banyaknya barang-barang "made China" di pasaran. Padahal dengan tidak bebasnya jual beli barang dari China saja sudah sedemikian besarnya pengaruh produk asal China ini di pasaran Indonesia.
Bulan Maret 2010, secara resmi perjanjian kerja sama ASEAN-China Free Trade Area (AC-FTA) akan diberlakukan. Untuk tahap awal baru Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang memberlakukan perjanjian perdagangan bebas ini. Pada tahun 2015, negara Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam juga akan terlibat. Dengan perjanjian ini, produk China bebas masuk pasar ASEAN tanpa dikenakan pajak sepeser pun. Tahun 2010 ini sebanyak 1.017 pos tarif China-Indonesia akan dihapuskan. Dari jumlah itu, 828 pos tarif telah diturunkan pada periode 2004-2009 dan 200 pos tarif akan menyusul dihapuskan.
Sebelumnya sesama negara ASEAN—melalui AEC (ASEAN Economic Community) yang memayungi semua perjanjian perdagangan bebas ASEAN, dimana di dalamnya ada AFTA yang sekarang menjadi ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services)—maupun ACFTA (Asean China Free Trade Agreement), pos bea masuk yang dibebaskan jauh lebih banyak, bahkan dengan tambahan 7.881 pos baru yang dibebaskan, total pos tariff yang dibebaskan menjadi 54.457 (lima puluh empat ribu empat ratus lima puluh tujuh) atau 99,11 persen dari arus barang dan jasa di ASEAN.
Produk dalam negeri yang sangat terancam bangkrut dengan masuknya barang dari China antara lain pakaian, tekstil, tas, sepatu, mainan anak, sandal, sepatu, jamu, makanan, minuman, sayuran/produk pertanian, produk perikanan/peternakan. Serta industri manufaktur padat karya, seperti tekstil, mebel, dan baja, akan bangkrut dan meningkatkan pengangguran. Banyak pengusaha berubah dari produsen menjadi "pedagang" barang-barang murah China.
Kualitas bersaing dengan harga lebih murah, menjadikan aneka produk asal China menjadi pilihan konsumen. Diprediksi produsen dalam negeri terancam bangkrut. Sesuai catatan Harian Kompas, setidaknya ada 98.000 UKM industri tekstil dan produk tekstil (TPT). UKM tersebut mampu menyerap tenaga kerja sedikitnya 490.000 orang dengan nilai produksi Rp 14,7 triliun dan eks por 900 juta dollar AS. Angka ini belum memperhitungkan usaha mikro dan menengah atas.
Parahnya, perhatian pemerintah terhadap UKM tidak seperti yang dilakukan pemerintah China. Poppy Dharsono, Ketua Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia, dalam diskusi di gedung DPD pada awal Januari 2010 mengaku heran mengetahui bunga kredit untuk UKM lebih tinggi ketimbang untuk perusahaan menengah-atas. Padahal di China bunga kreditnya hanya 3 persen per tahun.
Menurut Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI), 40 persen dari 60 produsen mainan anak yang bergabung dalam APMETI beralih menjadi pengimpor mainan dari China. Tidak heran produk mainan China menguasai 80 persen pasar.
Tentu menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa produk asal China lebih murah dibanding produk Indonesia? Ada tiga jawabannya. Pertama, pandai meniru atau bahasa kerennya reverse engineering (rekayasa balik); kedua, sumber daya manusia yang sangat besar.
Seperti kita ketahui biaya terbesar pada pembuatan produk, adalah pada tahap "research and development". Selain memakan biaya besar, juga memakan waktu yang lama. Para pengusaha China melihat hal ini dapat dihilangkan dengan menggunakan sistem "reverse engineering", yakni membuat kembali produk yang sudah ada dengan menggunakan sparepart, material, serta cara pembuatan yang sama seperti produk aslinya alias meniru.
Rekayasa balik ini terdiri dari dua jenis: meniru material, bentuk sesuai dengan aslinya dan meniru material, bentuk tetapi dilakukan modifikasi. Dengan kedua cara ini produsen China bisa menghemat biaya dan dapat melempar produk ke pasaran dengan variasi yang sangat beragam dalam waktu singkat. Itulah yang kita saksikan saat ini. Misalnya, sat produk dari Negara lain belum ada yang menjual handphone ber-tv, China sudah memasarkan ponsel tv dengan harga yang terjangkau.
Produsen China selalu melakukan perbaikan, inovasi dan kreasi dari produk-produk mereka. Lihat saja ponsel, tv, radio, pakaian, mainan anak-anak dan produk lainnya yang mereka hasilkan selalu kaya fitur, menarik dan yang pasti harganya lebih murah.
China juga memiliki sumber daya manusia yang sangat besar sehingga biaya untuk pekerja menjadi sangat murah.
Selain pandai meniru dan melimpahnya sumber daya manusia, China sudah lama mempersiapkan fondasi ekonominya dengan membangun sarana transportasi yang baik untuk distribusi produk. Jalan darat diperbaiki, jalur kereta api, pelabuhan, bandara sejak lama dibangun dengan standar internasional.
Alasan mendasar kenapa produk China murah menurut Dodi Mantra, dosen Hubungan Internasional Univ.Al-Azhar, adalah karena besarnya campur tangan pemerintah dalam mengembangkan dan melindungi perekonomian domestiknya (Koran Tempo, 4/2/10). Menurut Dodi, apa yang dilakukan China sama dengan negara kapitalis Eropa dan Amerika. Contoh, seekor sapi di Eropa dapat subsidi 2 dollar per hari.
Apa yang dilakukan China merupakan wujud nyata negara ini menyingkirkan tangga kemajuan ekonomi. China telah memastikan bahwa dirinya telah berada di puncak, baru kemudian tangga disingkirkan. Telah dipastikan bahwa perusahaan-perusahaan China telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, baru kemudian mengundang tamu asing untuk datang. Misalnya, perusahaan negara yang menjadi pemain dominan di sektor energi China, yaitu CNOOC, Sinopec, dan PetroChina, bukan perusahaan minyak asing, sebagaimana yang terjadi di Indonesia.
Yang menjadi ironi adalah, ketika negara-negara tersebut berhasil sampai ke puncak kemajuan ekonomi, dengan segera mereka menendang tangga keberhasilan tersebut untuk mencegah negara lain menaiki tangga yang sama dan menjadi pesaing.
Seharusnya menurut Dodi Indonesia harus bangkit dengan menapaki suatu tangga (paradigma) pembangunan yang kokoh. Yakni paradigma yang merepresentasikan nilai-nilai dan kepentingan rakyat. Sikap Indonesia yang melebur ke dalam ACFTA menjadi suatu kisah memilukan, di mana justru kita sendiri yang menyingkirkan dan menendang tangga yang dapat mengantarkan kita kepada kemajuan ekonomi.
Apa lacur, semuanya telah terjadi. Semoga kesalahan penguasa Indonesia abad ini tidak diulangi generasi mendatang agar Negara ini bisa sejajar kemakmurannya dengan bangsa lain.
Sebagai sesama konsumen saya ingin mengingatkan agar pembaca tidak hanya tergiur murahnya produk asal China karena nyawa bisa jadi taruhannya. Sebab menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) banyak poduk dari China yang membahayakan kesehatan.
Banyak peralatan makanan berbahan plastik yang mengandung formalin. Aneka produk susu tercemar melamin. Aneka perhiasan anak mengandung kadmium--yang dapat merusak perkembangan otak anak. Ada 70 produk kosmetik asal China yang mengandung bahan berbahaya. Pasta gigi merk Maxam yang mengandung bahan kimia berbahaya serta kandungan logam berat timbal pada mainan produk China. Ketika masuk ke tubuh manusia, timbal berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan dan kesehatan.***
Komentar