Langsung ke konten utama

CINTA PERKAWINAN

Hampir setiap hari di seluruh dunia, media massa tidak pernah sepi menyajikan berita menyedihkan mengenai perceraian, kekerasan dalam keluarga, aborsi, penjualan anak, dan lain-lain. Dalam situasi seperti ini yang paling menderita akibatnya adalah anak-anak, makhluk yang tidak berdaya. Ada baiknya kita renungkan kisah hidup keluarga seperti itu di kota kecil Siroki Brijeg, Herzegovina di atas hendaknya membawa kesejukan dan inspirasi di tengah gemuruh badai berita mengenai perpecahan dan kehancuran ikatan keluarga/rumah tangga.

Di kota kecil Siroki Brijeg daerah Herzegovina, kurang lebih 20 mil dari Medjugorje, dikisahkan bahwa dalam catatan paroki sekitar 13 ribu umat tidak ada perceraian. Sepanjang ingatan orang, di sana tidak ada keluarga yang berantakan. Apakah orang-orang di sini mendapat siraman rahmat istimewa atau previlese khusus dari surga untuk mengalami perkawinan yg kokoh kuat seperti ini? Padahal orang-orang ini selama berabad-abad menderita penindasan dan penganiayaan karena iman yang teguh ada Tuhan Yesus Kristus yang wafat dan bangkit untuk menyelamatkan umat manusia. Dari pengalaman mereka sangat yakin bahwa sumber keselamatan satu-satunya datang dari Salib Kristus.

Orang-orang Kroasi mempunyai suatu tradisi perkawinan yang indah, yang menjadi inspirasi bagi peziarah dari manca negara. Bila pasangan muda-mudi akan menikah, orang2 tidak akan menyatakan bahwa mereka telah menemukan pasangan ideal yang mereka impikan, melainkan imam akan mengatakan kepada mereka: “Kamu telah menemukan salibmu! Istri adalah salib untuk suami dan suami adalah salib untuk istri. Dan sebuah salib harus dicintai dan untuk dipanggul. Sebuah salib tidak untuk dibuang melainkan untuk disandang
(panggul) dan disayangi.”

Selanjutnya pada waktu pemberkatan pernikahan, pengantin wanita meletakkan tangan kanannya di atas salib dan mempelai pria menumpangkan tangannya di atasnya, dengan demikian kedua tangan mereka terikat bersama-sama satu di atas yang lain di atas salib Kristus. Kemudian imam menumpangkan stola ke atas tangan-tangan mereka. Pasangan itu lalu mengucapkan janji setianya, berdasarkan rumusan Liturgis Gereja. Setelah janji setia diucapkan keduanya tidak saling berciuman melainkan mencium salib! Mereka sadar bahwa yang mereka cium itu adalah sumber kasih!

Pasangan itu dan semua orang yang menyaksikan peristiwa itu tahu bahwa bila sang suami melepaskan istrinya, berarti ia melepaskan salib demikian juga jika sang istri melepaskan
suaminya maka ia pun melepaskan salib! Dengan begitu mereka kehilangan segala-galanya karena mereka melepaskan Kristus. Buah dari cinta kasih mereka, adalah buah dari salib mereka yaitu anak. Berbicara mengenai kesatuan keluarga berarti berbicara mengenai kesatuan suami-istri-anak. Perekatnya adalah salib.
 
[Diambil dari Ave Maria Mei 2005].

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei...

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami ru...

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K...