Langsung ke konten utama

Pancur Kasih Baru untuk Kalimantan Baru

Oleh Edi v.Petebang

Mendekati usianya yang ke-30 tahun, Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih berbenah diri. Hampir dua tahun dilaksanakan serangkaian proses transformasi GPPK sehingga menghasilkan Pancur Kasih "Baru" menuju Kalimantan Baru.
Tepuk tangan gegap gempita menandai pembukaan selubung "Manifesto Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih" oleh tiga orang pendiri Pancur Kasih di Hotel Kapuas Palace (22/12). Pembukaan selubung ini sekaligus menandai "go public" nya Pancur Kasih. Hari inilah Pancur Kasih secara resmi membuka dirinya kepada publik melalui launching buku Manifesto GPPK. Dengan membaca buku ini public dapat mengetahui secara detil visi, misi, filosofi, nilai-nilai dan apa cita-cita yang diperjuangkan GPPK. melalui buku ini juga pembaca dapat mengetahui siapa saja orang-orang di dalam GPPK serta apa saja aktivitas yang telah dilakukan GPPK selama ini.

Peluncuran dan bedah buku Manifesto GPPK diikuti hampir seluruh aktivis GPPK berjumlah 450 orang beserta para undangan. Undangan yang hadir antara lain Ketua DPRD Provinsi Kalbar Minsen, SH., perwakilan organisasi kemasyarakatan, akademisi dan masyarakat umumnya. AR.Mecer, pendiri GPPK dalam sambutannya mengatakan bahwa peluncuran dan bedah buku dimaksudkan untuk membuka diri dan sharing pengalaman.

Acara dibuka oleh Gubernur Kalbar yang diwakili oleh Asisten I MH. Munsin, SH. "Atas nama pribadi dan Gubernur Kalbar kami sangat berterima kasih kepada Pancur Kasih yang lebih dari seperempat abad telah meunjukkan sumbangsihnya dalam membangun masyarakat adat di Kalbar, khususnya melalui pemberdayaan perekonomian pedesaan, terutama melalui credit union,"ujar Gubernur.

Gubernur berharap GPPK memfokuskan aktivitasnya di kantong-kantong kemiskinan dan bekerja sama dengan pemerintah agar terjadi sinergi program.

Sebelum bedah buku diputar film tentang GPPK. Bedah buku yang dimoderatori Sandra Moniaga menampilkan narasumber AR.Mecer, A. Milon Somak, Maran Marcellinus Aseng (ketiganya pendiri GPPK), Prof. Dr. Franz Magnis Suseno,SJ., Prof. Dr. Chairil Effendi (rector Untan), P.Dr. William Chang OFM Cap., Dr. Francis Wahono.

Chairil Effendi memberikan apresiasi yang tinggi atas pencapaian yang telah dilakukan GPPK. "Kalau saya ditanya siapa orang UNTAN yang bekerja nyata untuk masyarakat, maka saya tidak ragu menyebut nama AR.Mecer dan GPPK,"ujar Chairil. Tentang buku manifesto itu sendiri Chairil tidak bisa berkomentar karena yang namanya manifesto adalah hak penuh penulisnya.

Magnis Suseno mengingatkan agar tidak mengulangi rejim orde baru yang mengeruk alam tetapi rakyat tetap melarat. Ia juga mengingatkan bahwa dua hal penting agar demokrasi berhasil. Pertama, demokrasi haruslah satu paket dengan hak asasi manusia. Kedua, dedikasi para politisi untuk perbaikan nasib rakyat. "Disini kita punya masalah serius, misalnya korupsi yang merajalela di kalangan politisi dan pejabat,"ujar pakar etika politik ini.

William Chang memberikan perhatian yang positif terhadap apa yang sudah dilakukan GPPK. "Sebuah gerakan tanpa rel (nilai-nilai) bisa bias. Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih sudah pada relnya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia,"ujar Rektor STT Pastor Bonus,Pontianak ini.

Francis Wahono memuji apa yang sudah dilakukan GPPK, terutama telah menyebarkan credit union ke seluruh Nusantara. " Manifesto ini tidak menjadi final, melainkan awal dari perumusan Kalimantan Baru,"ujarnya. Mengenai buku, Francis menilai buku Manifesto GPPK memuat terlalu banyak keterangan, sehingga aktivis mungkin agak kesulitan mengimaninya; Perjalanan yang diungkap mestinya bukan revitalisasi Dayak, melainkan transformasi Dayak, tidak cukup revitalisasi.

Menurut Francis GPPK adalah sebuah gerakan social baru karena isu utama perjuangannya adalah HAM, konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi sosial, pluralisme, kebenaran (termasuk keadilan), anti diskriminasi, anti kekerasan, dst, maka itu adalah gerakan sosial baru. Mengapa baru, sebab penyatu kesadaran bukan lagi hanya kelas, tetapi adalah sub-kultur: baik yang tuan tanah maupun yang buruh tani, yang majikan maupun yang buruh, sama-sama dalam satu kendaraan.

GPPK berjuang mewujudkan Kalimantan Baru. Dalam Kalimantan Baru itu bertemulah nilai-nilai tradisional atau asli Dayak dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Nilai-nilai trandisional agar uptodate ditransformasikan, justru dengan dipertemukan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal tersebut. Seraya dengan itu, nilai-nilai kemanusiaan universal juga harus diterjemahkan dalam rangka Dayak yang Indonesia, atau kalau mengingkat sumbangan CU membahana ke penjuru Nusantara, Indonesia yang di"Dayak" kan dengan CU-nya.

"Maka, Manifesto GPPK dilihat dari perspektif keIndonesiaan yang mengacu keuniversalitas nilai-nilai kemanusiaan, adalah sebuah pengantar dari usaha menemukan dan merumuskan Kalimantan Baru tersebut. Manifesto bukan kata final, tetapi pintu pembuka diskusi untuk menemukan Kalimantan Baru,"papar Francis.

Afirmasi putera-puteri Dayak Kalimantan dalam social ladder pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja. Hingga, dalam 10 tahun mendatang semakin banyak putera-puteri Dayak yang menjadi pekerja Kalimantan Baru, beyond menjadi politisi partai dan pejuang LSM. "Singkat kata dari lingkungan GPPK, pada 10 tahun mendatang, harus ada 45 dokter, ahli hukum, akuntansi auditor; 17 pengusaha menengah atas, 8 doktor atau professor, dan lain sebagainya. Semuanya sehat badan, jiwa dan moralnya, serta pejuang rakyat terpinggirkan dan kecil miskin. Semuanya terpekerjakan, bukan penganggur,"harap Francis.

Deklarasi GPPK
Setelah launching buku tanggal 5 Januari 2010 dilakukan acara refleksi dan deklarasi transformasi Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih di kompleks Persekolahan Asisi, Pontianak. Acara dihadiri diikuti 184 (dari 450 orang) aktivis GPPK.

Launching buku Manifesto, refleksi dan deklarasi GPPK merupakan salah satu hasil dari proses transformasi GPPK. Menurut Mateus Pilin, kordinator transformasi GPPK, kegiatan transformasi ini dimulai dengan Desember 2007 dan diakhiri 5 Januari 2010 dengan melibatkan Tim Transformasi yang beranggotakan 6 orang, 3 konsultan dan 4 asisten.

Mengapa tranformasi ini dilakukan? Menurut Pilin ada dua aspek yang dirumuskan. Aspek pertama adalah aspek internal gerakan bahwa menjelang 30 tahun Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih mengalami problem dan dinamika, misalnya lembaga/unit program mengalami krisis, aktivis-aktivis senior berhenti, peran para pendiri dikesampingkan, kampanye negatif tentang keberadaan Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih, kerjasama antar lembaga dan program belum memadai, komitmen mengendor, pemahaman aktivis akan pemberdayaan belum memadai serta lemahnya kapasitas aktivis.

Aspek berikutnya adalah aspek eksternal, yaitu perubahan dan tantangan sosial budaya ekonomi dan politik, isu kemiskinan, pemiskinanan, kerusakan lingkungan, pemanasan global dan sebagainya terus terjadi.

Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih juga mengalami pengalaman positif dimana gerakan ini telah berkontribusi memperjuangkan masyarakat Dayak dan tertindas lainnya di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.

Proses transformasi gerakan ini dilakukan dalam 15 langkah dan pada setiap langkah tersebut tim melakukan pertemuan setiap bulannya. Langkah-langkah tersebut antara lain sosialiasi isi manifesto bagi aktivis, penerbitan buku manifesto GPPK, merumuskan kurikulum pendidikan capacity building bagi para aktivis, strategic planning gerakan, studi analisa keuangan lembaga, survei reposisi Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih dalam politik lokal, restrukturisasi organisasi Pancur Kasih, penerbitan bahan-bahan publikasi, launching buku.

Tim Transformasi menghasilkan visi, misi, ajaran prinsip dan filosofi serta spiritualitas gerakan; logo baru Pancur Kasih, himne Pancur Kasih dan Mars Pancur Kasih.

Semangat pendiri

Refleksi menampilkan tiga orang pendiri GPPK yang masih hidup, yakni AR.Mecer, Milon Somak dan Maran Marcel. Menurut Mecer, setiap orang memiliki cita-cita, keinginan atau harapan. Setiap orang memiliki hak untuk bebas menentukannya tanpa ragu-ragu. Ini penting untuk menentukan arah kehidupan. Secara formal kita membuka cita-cita kita dalam rumusan manifesto. Tidak ada ketakutan apabila cita-cita ini kemudian ditiru oleh pihak luar, sejauh itu baik.

Mecer mengingatkan bahwa visi GPPK sering digugat oleh kita sendiri. Ia berharap aktivis jangan menggugat visi di luar, mari diskusikan di dalam. Visi ini mahal, proses perumusannya panjang. Hendaknya melalui proses transformasi ini aktivis GPPK dapat semakin memahami visi misi.

Milon mengingatkan bahwa modal utama berdirinya GPPK adalah kemauan dan niat baik."Waktu awal dulu mereka yang sudah memiliki posisi, berdiri di luar GPPK dan tidak yakin. Di sisi lain kita mendapat dukungan yang tidak sedikit dari akar rumput,"ingat Milon.

Menurut Milon banyak rintangan dan resiko yang dihadapi. "Kekuatan kita adalah dukungan dan dasar keagamaan Kristriani yang kuat. Kita bekerja sama dan kita merasa direstui sehingga kita semakin kuat,"ujar mantan kepala SD Bruder Dahlia Pontianak ini.

Milon berharap aktivis GPPK seperti filosofi kehidupan di rumah panjang. Jika ada anggota rumah panjang yang mampu dan mendirikan rumah panjang baru, jangan melupakan rumah panjang lama. Pelihara rumahnya dan bantulah pemilik lamanya. "Marahnya orang tua (senior) harusnya bukan karena benci, tapi karena sayang dan agar anaknya (yunior) lebih baik,"pesan Milon.

Maran mengingatkan agar GPPK menyatukan kemampuan untuk bekerja sama dengan kebijaksanaan, keterusterangan dan kasih. Nilai cinta kasih dan penghormatan adalah hal-hal yang harus dipertahankan. "Diharapkan kepada para aktivis di sini untuk mampu melanjutkan cita-cita sederhana ini ketika para pendiri sudah tidak lagi. Mari kita teruskan perjuangan,"ucap Maran sambil terbata-bata dan matanya berkaca-kaca.

etelah refleksi dilakukan Deklarasi GPPK gaya baru. Sujarni Aloy, Ketua AMAN Kalbar memimpin pembacaan deklarasi dan diikuti seluruh aktivis yang hadir. Selanjutnya secara mandiri setiap aktivis yang mau menyatakan dirinya bergabung dengan GPPK membubuhkan tanda tangan pada lembar pernyataan dan disemati pin oleh pendiri GPPK. Selanjutnya diberi penguatan berupa penaburan beras kuning oleh Timanggong Maniamas Miden Sood.

Seperti harapan banyak orang, semoga GPPK tetap konsisten memperjuangkan perbaikan nasib kaum tertindas.***


Pontianak, 12 Januari 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany