Langsung ke konten utama

Siap-Siap Dimangsa Tambang!


Sampai Juli 2009 ada 351 perusahaan/izin dengan total areal 2.150.171 hektar; 93 izin dengan total 523.155 hektar sudah mengeksploitasi. Jumlahnya akan terus bertambah: gubernur, bupati seperti berlomba mengeluarkan izin; bahkan sesuai UU 4/2009 tentang Minerba, camat pun bisa. Akan makin sejahtera atau malah memasukkan warga Kalbar dalam jurang kemiskinan dan kehancuran ekologi?


Dijual: Lahan Tambang. Kami mewakili pemilik Lahan Tambang Batubara ( Izin Lengkap sampai izin eksplotasi, kadar 5500 - 6900 ), emas ( izin lengkap sampai eksplotasi, lahan potensial), bauksit, galena, batu besi, pasir besi ( izin lengkap), pasir kuarsa ( izin lengkap sampai izin eksplotasi). Mencari investor yang berminat dapat menghubungi Muhammad Syatiri Hp 085650950xxx. Harga: nego. Cara pembayaran: tunai. Alamat Jl. dr. Wahidin Komplek Sepakat Damai Blok C No 17 Pontianak. (http://putraenggangperdana.indonetwork.co.id)

Dicari: investor bauksit di Kalbar. Luas 10.000 hektar, harga nego. Hubungi Edi 081352067xxx. Dijual/take over, lahan tambang pasir zircon di Kalimantan Barat. Izin lengkap (eksplorasi, ekploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan). Jika berminat silakan mengajukan tawaran ditujukan ke CV Rizky Suwardana Up.Bpk M.Yusmayadi Jalan HRA.Rahman Pontianak Telpon 0561-75393xx. Cara pembayaran: tunai, cek, L/C.


Diatas adalah tiga contoh perusahaan yang beriklan di internet melalui jaringan iklanmax.com dan indonetwork.co.id. Jika pembaca mencari di internet, akan menemukan banyak sekali perusahaan yang menjual areal tambang yang telah dimilikinya. Perusahaan-perusahaan yang sudah mempunyai izin pertambangan, menjual lagi izinnya kepada orang/perusahaan lain. Jangan-jangan kampung Anda pun sudah diiklankan dijual. Sepertinya banyak perusahaan yang menguasai lahan lalu menjualnya kepada pihak lain. Apalagi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), maka akan semakin banyak terjadi praktek jual beli lokasi tambang dan bisa-bisa seluruh wilayah yang ada potensi tambangnya akan dikeruk, baik oleh perusahaan pertambangan besar maupun kecil.

Setelah kayu habis, pengusaha beralih ke perkebunan kelapa sawit. Namun akibat resesi ekonomi dunia yang menyebabkan harga sawit anjlok, kini sektor pertambang memang sedang menjadi primadona di seluruh Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat. Menteri, Gubernur, Bupati seakan berlomba-lomba mengeluarkan izin pertambangan. Bayangkan hanya dalam setahun (Agustus 2008-Juli 2009) Gubernur Kalbar Drs.Cornelis MH. telah mengeluarkan 11 izin pertambangan dengan total areal 217.233 hektar. "Pertambangan merupakan sektor yang akan menjadi andalan pemerintah Kalimantan Barat karena akan menjadi menyumbang yang paling besar dalam pendapatan asli daerah. Kabupaten Ketapang misalnya, selama setahun terakhir income dari sektor pertambangan melonjak drastis dan menjadi penyumbang PAD terbesar di sana,"ujar Ansfridus J. Andjioe, Kepala Bidang Mineral, Batubara, Panas Bumi dan Air Tanah, Distamben Kalbar kepada KR. Misalnya royalti dari tambang bauksit di Kendawangan, pemerintah menerima royalti Rp.10 miliar (2008).

Menurut Chalid Muhamad dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Indonesia, sikap pemerintah terhadap kekayaan alam Indonesia adalah Jual Murah; Jual Cepat; dan Jual Habis. Kini hampir setiap jengkal tanah di Indonesia telah di kuasai oleh korporasi baik dalam bentuk Hak Penguasaan Hutan, Hutan Tanaman Industeri, Kontrak Karya Pertambangan, Perkebunan Besar Kelapa Sawit, Kontrak Bagi Hasil Batu Bara, Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas, Kuasa Pertambangan dll. Data WALHI dan JATAM (2005) menujukan bahwa sekitar 35,1 juta hektar kawasan hutan telah dikuasai oleh perusahan pemegang HPH, 15 juta hektar untuk Hak Guna Usaha, 8,8 juta hektar untuk Hutan Tanaman Industri, 35 % daratan Indonesia di kuasai oleh 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan dan 257 kontrak karya pertambangan batubara.

Menurut Pasal 36 UU No.4/2009, tahapan izin pertambangan ada dua: izin eksplorasi (meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan) dan izin operasi produksi, yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Berdasarkan kriteria tahapan diatas, di Kalbar menurut data Dinas Pertambangan Kalbar sampai Desember 2008 telah dikeluarkan 351 izin pertambangan. Izin-izin tersebut adalah untuk pertambangan batubara, pasir zircon, bijih besi, bauksit, batu galena, mangan, emas, tembaga, molibdenit. Jika lokasi tambang meliputi dua kabupaten atau lebih, maka izin dikeluarkan oleh Gubernur. Jika lokasi tambang hanya dalam satu kabupaten, maka izin dikeluarkan oleh Bupati.

Secara keseluruhan, dari dua tahapan izin tersebut, izin pertambangan yang sudah dikeluarkan dan berlokasi di kabupaten adalah: 95 di Kabupaten Ketapang; 46 di Kabupaten Kapuas Hulu; 40 di Kabupaten Landak; 38 di Kabupaten Bengkayang; 36 di Kabupaten Sanggau; 32 di Kabupaten Sintang; 19 di Kabupaten Melawi; 13 di Kabupaten Kubu Raya; 10 di Kabupaten Pontianak; 7 di Kabupaten Sekadau; 6 di Kabupaten Sambas; dan 6 di Kota Singkawang. izin-izin ini hanya untuk pertambangan batubara, pasri zircon, bijih besi, bauksit, batu galena, mangan, emas, tembaga, molibdenit; tidak termasuk pertambangan galian C (pasir dan batu). Izin pertambangan di Kalbar tidak ada untuk minyak bumi dan gas karena memang di Kalbar tidak ada kedua jenis tambang tersebut.

Dari 351 izin tersebut, yang sudah melakukan usaha riil di lapangan, yakni pada tahap eksploitasi (konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan) di seluruh Kalbar ada 93 perusahaan. Yakni 11 perusahaan berdasarkan izin Gubernur Kalbar; 6 perusahaan di Kapuas Hulu; 7 perusahaan di Melawi; 10 perusahaan di Sintang; 10 perusahaan di Sanggau; 2 perusahaan di Sekadau; 9 perusahaan di Bengkayang; 4 perusahaan di Landak; 6 perusahaan di Sambas; 5 perusahaan di Kab.Pontianak; 28 perusahaan di Ketapang. Total areal yang sudah, sedang dan akan dieksploitasi adalah 523.155 hektar (belum termasuk 5 perusahaan di Kab.Pontianak karena tidak ada datanya).

Dari data tersebut terlihat bahwa, banyak izin tahap eksplorasi yang dikeluarkan tetapi pada tahap eksploitasi hanya sedikit. Misalnya di Kabupaten Landak, dari 40 izin eksplorasi hanya ada 4 perusahaan yang melakukan eksploitasi. Ada dugaan, izin eksplorasi ini disalahgunakan pengusaha untuk melakukan eksploitasi secara liar. Inilah yanag terjadi di Kabupaten Ketapang sehingga dilakukan operasi penertiban oleh Mabes Polri. Masyarakat harus tahu pada tahapan mana izin usaha pertambangan yang ada di daerahnya.

Pada level bupati, yang paling banyak mengeluarkan izin pertambangan adalah Bupati Ketapang Morkes Effendi. Yakni 15 izin penyelidikan umum (setahun); 12 izin eksplorasi; 24 izin eksploitasi; 22 izin pengolahan dan pemurnian; 22 izin pengangkutan dan penjualan. Total izin yang sudah dikeluarkan bupati yang sudah sepuluh tahun berkuasa di Ketapang tersebut mencapai 95 izin. Izin sebanyak 95 ini ada yang untuk perusahaan sama, tetapi jenis izin yang berbeda.

Dari total luas area, di tempat kedua adalah era Bupati Sanggau Mickael Andjioe dan Yansen Akun Effendi, yakni 361.274 hektar. Namun dari segi jumlah izin, di tempat kedua adalah Bupati Tambul Husin di Kapuas Hulu, sebanyak 46 izin dengan total areal 332.449 hektar.

Pada urutan ketiga bupati yang royal mengeluarkan izin adalah Bupati Landak Cornelis (mantan) dan Adrianus Asia, sebanyak 40 izin dengan total areal 415.988 hektar. Yakni tambang zircon, emas, besi, bauksit, molybdenit, intan, dan galena.

Di Kabupaten Bengkayang, Sanggau, Sintang, Melawi, Kubu Raya, Pontianak, Sekadau, Sambas dan Singkawang total ada 167 perusahaan tambang/izin.

Secara keseluruhan, ada 351 izin yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kalbar dengan total areal 2.150.171 hektar. Dari 315 tersebut, sampai September 2009 terdapat 95 perusahaan/izin sudah pada tahap eksploitasi dengan total areal 523.155. Sedangkan 256 perusahaan/izin dalam tahap eksplorasi dengan total luas areal 1.627.016 hektar. Permasalahan di lapangan adalah diduga banyak perusahaan yang menyalahgunakan izin eksplorasi dengan mengeksploitasi. Misalnya seperti di Ketapang, Mabes Polri pada Agustus silam menangkap 82 ton timah hitam. Bagaimana mungkin hanya untuk penyelidikan diperlukan sampel sebanyak itu? Diduga kasus serupa terjadi di tempat lain.

Jika kita bandingkan dengan Provinsi Kaltim yang terkenal sebagai daerah penghasil tambang, secara luasan areal, sepertinya setali tiga uang. Di Provinsi Kaltim sampai akhir 2007 terdapat 181 izin penyelidikan umum (832.736 hektar); 293 izin eksplorasi (769.297 hektar); eksploitasi 159 izin dengan total areal 123.521 hektar. Total areal yang dikapling untuk tambang adalah 1.725.554 hektar yang terdapat di 14 kabupaten. Yakni Nunukan, Malinau, Tarakan, Tana Tidung, Bulungan, Berau, Bontang, Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat, Penajam Paser Utara, dan Paser.

Siap "dimangsa" tambang
Dari data yang tersaji diatas, maka siap-siaplah warga Kalbar akan ditelan pertambangan. Jika 2,1 juta hektar tersebut benar-benar diekslpoitasi semuanya, maka tinggal sedikit areal yang tersisa. Jumlahnya akan terus bertambah karena kewenangan mengeluarkan izin tambang sudah pada level gubernur, bupati dan camat.

Padahal banyak pengalaman membuktikan bahwa pertambangan menimbulkan sejuta masalah bagi manusia. “Pertambangan skala besar telah melahirkan banyak masalah, tak hanya kepada masyarakat sekitar, tapi juga kerugian bagi negara. Mulai PT Freeport Indonesia di Papua hingga Laverton Gold di Sumatera,” kata Siti Maimunah, Koordinator LSM Jaringan Tambang (JATAM) dalam siaran persnya.

Menurut Maimunah, perusahaan asing pertambangan diperlakukan istimewa, sepanjang bahan tambang hanya dipandang sebagai komoditas dagang penghasil devisa yang tak punya daya rusak. Sejak dulu, Industri tambang Indonesia tak naik kelas, hanya menjadi penyedia bahan mentah, yang menyubsidi ekonomi negara-negara maju lewat ekspor dan menjadi pasar raksasa produk olahannya di negara lain. Sementara, lingkungan di sekitar tambang rusak berat dan warganya makin miskin.

Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif WALHI, menambahkan, setiap satu ton batubara pada penambangan terbuka, membutuhkan 360 liter air untuk mengatasi debu, dan 33 liter air untuk mencuci batubara.

Menurut Berry, ada sejumlah masalah yang ditimbulkan dari pertambangan. Yakni penggunaan jalan umum untuk angkutan batubara, tumpang tindih areal dan pertambangan illegal, penghancuran dan pencemaran lingkungan, menyebabkan penyakit ISPA, penghancuran sumber-sumber kehidupan rakyat (penurunan biodiversiti, rusaknya sumber mata air, rusaknya kawasan hutan mangrove dan rawa, hutan nipah dan wilayah tangkapan ikan dan udang), mendatangkan bencana banjir dan tanah longsor. "Masuknya pertambangan melahirkan konflik dan permasalahan sosial lainnya seperti penggusuran paksa, kecemburuan sosial, hancurnya adat istiadat-budaya. Terjadi pergeseran sosial dan budaya masyarakat seperti pola hidup yang lebih konsumtif, penggunaan narkotika dan minuman keras, praktek prostitusi,"papar Berry.

Siapa mendapat apa?
Sebenarnya apa yang didapat pemerintah, pengusaha dan warga sekitar dari masuknya pertambangan? Pemerintah Pusat mendapatkan royalti, berbagai hasil pajak dan perizinan. Pemerintah daerah mendapat berbagai hasil pajak dan perizinan, pembagian hasil royalti, iuran produksi, iuran reklamasi, sumbangan pihak ketiga, retribusi jasa penggunaan jalan umum, retribusi jasa alur dan pelabuhan. Oknum pejabat dan aparat memperoleh dana pelicin, dana keamanan, dan berbagai dana siluman lainnya. Sas-sus gencar beredar bahwa setiap izin yang diberikan gubernur/bupati/walikota harus menyetor ratusan juta rupiah barulah diteken.

Yang paling mendapat keuntungan terbesar tentu saja perusahaan. Karena dengan kuasa/izin yang dimilikinya perusahaan berhak melakukan pengerukan tambang tak tehringga. Dan transpransi soal hasil oroduksi perusahaan tambang ini selalu tidak pernah selesai karena diduga laporan yang dibuat perusahaan jauh lebih rendah dari yang sebenarnya.

Rakyat mendapat apa? Sebagai perbandingan di Kalsel, menurut Data walhi, pelayanan dasar rakyat di Kalsel masih tidak terpenuhi dengan baik seperti pendidikan dan kesehatan. Yang pasti rakyat mendapat kehancuran lingkungan dan aneka permasalahan sosial lainnya.

Bagi masyarakat adat yang gencar minta dimasuki perusahaan tambang, sebaiknya mengaca dulu: apa yang bisa didapat? Pekerjaan atau peningkatan kesejahteraan? Belum tentu. Perusahaan tambang menggunakan peralatan mekanis/mesin yang canggih. Jika Anda (maaf) hanya berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keterampilan di bidang pertambangan, maka hanya akan menjadi peninjau dan penikmat debu dan sampah tambang. Tentu pilihan pada Anda! [Edi Petebang, Dominikus Uyub, Rinto, David Making].


* Artikel inidimuat di Majalah KR Edisi 171, Oktober 2009.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bara Tarakan Membakar Kedamaian Kalimantan

Siapa sangka Kota Tarakan, Kalimantan Timur yang selama ini aman dan damai ternyata menyimpan bara yang panas. Bara itu membesar dipantik pemalakan sekelompok pemuda. Lima nyawa melayang. Bagaimana, mengapa sesungguhnya konflik itu? Siapakah suku Tidung dan Bugis Letta? Tidak pernah ada yang menyangka hari Senin 27 September 2010 menjadi hari yang paling kelam dalam sejarah masyarakat kota Tarakan. Daerah dengan motto B ersih , A man , I ndah , S ehat dan sejahtera (BAIS) itu tiba-tiba tegang, mencekam seperti kota mati. Puluhan ribu orang mengungsi. Padahal hari Minggu sebelumnya dari pagi sampai dinihari aktivitas warga berjalan normal. Umat Kristiani menjalankan ibadah hari minggu di gereja, umat lainnya ada yang beraktivitas santai, banyak juga yang bekerja seperti biasa. Namun keadaan tiba-tiba berubah menjadi tegang dan mencekam mulai diniharinya. Ketegangan bermula ketika pada Minggu sekitar pukul 22.30 WIT terjadi perkelahian tidak sei

Hasan Karman dan Prahara Singkawang

Akibat makalahnya, Walikota Singkawang Hasan Karman bak duduk di kursi pesakitan. Mengapa tulisan yang dipresentasikan dua tahun silam itu bisa memantik amarah masyarakat Melayu? Benarkah peristiwa ini kental nuansa politisnya? Tidak seperti biasanya, Hasan Karman yang biasanya ceria, mudah senyum dan welcome dengan para wartawan, selama hampir dua minggu sejak 28 Mei 2010 mendadak berubah total. Walikota Singkawang pertama dari warga Tionghoa ini serba salah. Bicara salah, tidak bicara juga salah. Ia benar-benar tedudok (terdiam-red) bak seorang pesakitan di tengah gencarnya protes, kritikan terhadap dirinya sebagai walikota Singkawang. Baik lisan, tulisan maupun aksi-aksi anarkis; dari demonstrasi hingga terror pembakaran di sejumlah tempat di kota Singkawang. Singkawang pun sempat mencekam beberapa hari. Toko-toko tutup, orang merasa was-was; bayangan konflik kekerasan masa silam menghantui warga. Konflik bermula pada hari Jumat, 28 Mei 2010. Setelah shalat Jumat, Mess Daerah K

Resonansi Pontianak-Tumbang Titi (Ketapang)

Minggu lalu (kamis 5 Juli 2012) saya menumpang sebuah mobil biro jasa travel jurusan Pontianak-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Saya memesan kursi paling depan alias dekat sopir. Pukul 09.00 pagi mobil pun datang. Ternyata belum ada penumpang di dalamnya. “Karena Bapak mau duduk paling depan maka pertama dijemput. Kita akan jemput beberapa penumpang lain lagi. Mohon sabar,Pak,”pinta sang sopir. Fery KMP Saluang, Tayan-Piasak Benar saja, saya harus benar-benar sabar. Dari pukul sembilan, ternyata mobil tersebut menjemput penumpang ke Tanjung Hulu, lalu ke Sungai Raya Dalam, ke Jalan Setiabudi-Gajahmada dan terakhir Jalan Merdeka. Dari jalan Merdeka barulah kami berangkat. Pas masuk jembatan Kapuas Dua jarum jam saya menunjukkan pukul 11.00 wib. Ternyata untuk mendapatkan kursi duduk dekat sopir, saya harus membayarnya cukup mahal, yakni dibawa berputar keliling kota Pontianak selama dua jam. Belum berjalan sesungguhnya, kepala sudah pusing.  Apa yang saya alami rupany