![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGjbh41fMirRTwpc7XQiZ1F2naMs-AhAcuBrXd2r9WkSl_WE150v4EKZz3feyGOgUZrnUvGFwdMlfbDVxRo-5ebFYo6kcmBy9tDhlS7dveWCBvbXcR09vfHQAX5YQyYoMhK2grgKtc/s320/foto+laput3-demo+sawit.jpg)
Terkait dengan banyaknya masalah yang berkaitan dengan masyarakat adat, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5/1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah hak ulayat masyarakat hukum adat. PP ini ditetapkan di Jakarta tanggal 24 Juni 1999 oleh Menneg Agraria/Kepala BPN RI Hasan Basri Durin. Berikut ini adalah rangkuman dari PP tersebut dan semoga bisa menjadi pemandu pembaca.
Dalam pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan (ayat 3).
Pasal 2 ayat 2 diatur tentang syarat ada tidaknya masyarakat hukum adat, yakni (a). terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari; (b). terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya seharihari; (c). terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.
Pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 tidak
lagi dilakukan terhadap bidang-bidang tanah yang pada saat ditetapkannya Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 6 : (a). sudah dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah menurut Undang-undang Pokok Agraria; (b). merupakan bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku.
Dalam pasal 4 ayat (1) dikatakan "penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan:
(a). oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan Undang-undang Pokok Agraria.
(b). oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang-undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.
Dalam Pasal 4 ayat (2) diatur bahwa penglepasan tanah ulayat untuk keperluan pertanian dan keperluan lain yang memerlukan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu, sehingga sesudah jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah tersebut tidak dipergunakan lagi atau diterlantarkan sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Pakai yang bersangkutan hapus, maka penggunaan selanjutya harus dilakukan berdasarkan persetujuan baru dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih ada sesuai
ketentuan Pasal 2.
Hak Guna Usaha atau Hak Pakai yang diberikan oleh Negara dan perpanjangan serta pembaharuannya tidak boleh melebihi jangka waktu penggunaan tanah yang diperoleh dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Untuk menentukan ada tidaknya hak ulayat di suatu daerah harus dilakukan penelitian oleh
Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola sumber daya alam (pasal 5 ayat 1).
Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi, dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah (pasal 5 ayat 2).***
Edi Petebang
(dimuat di Majalah KR Edisi No.169, September 2009)
Komentar